Breaking

TARAWIH Terjebak Diantara Bid’ah dan Sunnah

Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam. Atas rahmat dan nikmatnyalah kita masih bisa bergerak dan bernafas luas hingga detik ini. Dia jualah pemilik ilmu dan segala rahasia kehidupan kita.

Sahabat muslim, sebelum mengulas sebuah pembahas yang cukup berat, saya secara pribadi mengucapkan SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH SHAUM RAMDHAN. Roomadhon Mubarok Lii Walakum. InsyaAlloh.



Ramadhan bulan yang penuh berkah, bulan ampunan dan pintu taubat dibuka seluas-luasnya. Bulan dimana umat Islam berlomba-lomba dalam ibadahnya, bulan yang sungguh mampu merubah kehidupan dan kebiasaan umat Islam. Kita bisa melihat dan saksikan, Al-Quran yang tadinya jarang kita dengan lantunan merdunya, kini hampir setiap saat terdengar menyesaki sudut-sudut kota dan pedesaan. Mesjid yang biasanya hanya terisi beberapa shaf, kini menjadi penuh membeludak, luber jemaah sampai keluar-luar. Dan itu bisa kita saksikan di mana-mana. Sungguh bulan yang luar biasa. Inilah bulan Ramadhan.

Di bulan Ramdhan pula orang ramai melakukan shalat sunnah tarawih. Lagi-lagi satu fenomena luar biasa. Saya dan sahabat muslim semua, tidak bisa menafikan kenyataan bahwa jumlah jemaah sholat tarawih melebihi jumlah sholat wajib lima waktu. Bahkan rasionya sampi berpuluh-puluh kali lipat. Subhanalloh, ada apa ini?

Karena hal itu pulalah saya menajadi tertarik dan merasa perlu mengulas masalah tarawih ini. ada apa sesungguhnya dengan sholat sunnah tarawih? Karena dalam permasalahan sholat tarawih pun ada beberpa masalah dan pertentang. Bahkan bisa dikatakan banyak pertentangannya.

Seperti, mulai dari jumlah rakaatnya, ada yang mengatakan 23 rakaat, ada juga yang hanya 11 rakaat. Ada yang berjemaah, ada juga yang mengatakan tidak dengan berjemaahnya. Lalu ada yang ba’da Isya waktu pelaksanaannya, ada juga yang mengatakan tengah malam atau sepertiga malam terkahir. Dan tentunya tatacara pelaksanaannya tidak lepas dari pertentangan pula, ada yang mengatakan 4 rokaat salam, ada juga yang mengatakan 2 rakaat salam. Subhanalloh banyak sekali perbedaannya. Lagi-lagi ada apa ini? manakah pendapat yang lebih tepat dan benar adanya?

Siapa yang dibingungkan dan dibuat kisruh dengan perbedaan ini. Siapa lagi jika bukan umat Islam yang masih awam. Pasti ada perasaan was-was dan keragu-raguan kala masalah ini kembali diperdebatkan. Mereka akan merasa apakah tarawih saya, sholat tarawih yang benar yang dicontohkon rosul? Mereka khawtir, sholat tarawih mereka salah dan menyalahi sunnah rosululloh. Karenanya jika menyalahi sunnah maka akan sia-sia saja. Bukan pahala yang didapat, namun malah dosa yang semakin menumpuk.

Karena kita semua sadar akan hadits nabi Muhammad Saw : Man ‘Amila Amalan Laisa Alaihi Amruna Fahuwa Ra’dhun. Artinya siapa saja yang beramal suatu amalan yang padanya tidak ada contoh dan perintah kami, maka amalan itu tertolak.

MasyaAlloh, sangat berbahaya sekali. Amalan kita selama sebulan penuh bisa tertolak hanya karena pada amalan tarawih kita tidak ada contoh dan perintah Rasululloh. Jadi kekhawatiran yang ada merupakan satu kekhwatiran yang wajar dan mesti ada pada jiwa-jiwa seroang muslim yang mengaharap Rhidho Alloh. Lalu harus bagaimana mengahadapi polemic ini?

Baiklah, saya akan coba berbuat semampu saya dengan meninjau semua keterangan yang ada dalam permasalahan tarawih ini? Mulai dari :
  • - Jumlah rakaat.
  • - masalah tata cara rakaatnya
  • - Setelah Isya atau tengah malam?
  • - Sampai masalah Berjemaah atau tidak?

Dengan pemaparan ini bukan berarti saya lebih pintar dari sahabat muslim semua. Bukan pula saya merasa sok pintar dalam masalah-masalah Dienul Islam. Hanya saja saya berusaha berbuat sesuai kemampuan saya dan ilmu yang Alloh titipkan pada saya. Saya pun tidak akan menjudge ini yang Sunnah dan ini yang Bid’ah, ini salah dan yang yang ini yang benar. Semua saya serahkan kepada sahabat muslim yang mebaca keterangan-keterangan saya nanti. Jadi intinya saya hanya menyuguh keteranga-keterangan yang ada, baik dari hadits-hadits shohih maupun dari Al-Quranul-Karim.

Jadi marilah kita mulai mengulas, Bismillah :

a. Jumlah Rakaat.

Pertama, marilah kita mengulas permasalahan jumlah rakaat dahulu. Dalam permasalahan ini ada dua pendapat, ada yang mengatakan 23 rakaat ada juga yang mengatakan 11 rakaat. Mana yang benar, jawab saya Wallohu ‘alam. Namun, saya akan membawakan kepada sahabat muslim semua keterangan hadits-haditsnya.
Pertama marilah kita lihat keterangan hadits yang mengatakan bahwa shalat tarawih itu 23 rakaat. Inilah haditsnya :

Artinya :
“Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW, shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka’at, . Di riwayat lain ada tambahan : “Dan witir setelah shalat dua puluh raka’at”.

Mari kita mulai tinjau hadits yang pertama ini. Setelah saya mencoba menelusuri silsilah hadits tentang jumlah rakaat tarawih adalah 23 di atas, saya mendapatkan sebuah keterangan tentang perowi hadits ini. Hadits ini semuanya diriwayatkan dari jalan Abu Syaibah, yang nama aslinya adalah Ibrahim bin Utsman dari Al-Hakim dari Misqam dari Ibnu Abbas.

Nah, kali ini kita akan menyoroti sebuah nama yaitu Abu Syaibah. Ada apa dengan Abu Syaibah? Sahabat muslim ada yang tahu? Emh, pada awalnya juga saya tidak banyak tahu tentang Abu Syaibah. Namun setelah coba mencari info dalam kitab-kitab hadits. Ternyata para Imam hadits masyur mengatakan bahwa Abu Syaibah adalah seorang perowi yang riwayatnya tidak bisa digunakan, karena Abu Syaibah memiliki kecacatan dalam periwayatannya. Berikut adalah komentar para Imam Hadits Masyhur :

  • • Kata Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya, Ibnu Main dll : Dlo’if.
  • • Kata Imam Tirmidzi : Munkarul Hadits.
  • • Kata Imam Bukhari : Ulama-ulama mereka diam tentangnya .
  • • Kata Imam Nasa’i : Matrukul Hadits.
  • • Kata Abu Hatim : Dlo’iful Hadits, Ulama-ulama diam tentangnya dan mereka meninggalkan haditsnya.
  • • Kata Ibnu Sa’ad : Adalah dia Dlo’iful Hadits.
  • • Kata Imam Jauzajaniy : Orang yang putus .
  • • Kata Abu Ali Naisaburi : Bukan orang yang kuat .
  • • Kata Imam Ad-Daruquthni : Dlo’if.
  • • Al-Hafidz menerangkan : Bahwa ia meriwayatkan dari Al-Hakam hadits-hadits munkar.

Lalu apa tanggapan para Imam hadits terhadap hadits ini?

Al-Hafidz berkata di kitabnya Al-Fath : Isnadnya dlo’if, Al-Hafidz Zaila’i telah mendlo’ifkan isnadnya di kitabnya Nashbur Rayah . Demikian juga Imam Shan’ani di kitabnya Subulus Salam mengatakan tidak ada yang sah tentang Nabi shalat di bulan Ramadlan dua puluh raka’at.

Sedangkan Imam Thabrani berkata : Tidak diriwayatkan dari Ibnu Abbas melainkan dengan isnad ini. Imam Baihaqi berkata : Abu Syaibah menyendiri dengannya, sedang dia itu dlo’if. Imam Al-Haistami berkata di kitabnya “Majmauz Zawaid : Sesungguhnya Abu Syaibah ini dlo’if.

Nah, jadi begitulah tanggapan para Imam Hadits terhadap hadits yang menyatakan bahwa sholat tarawih itu sebanyak 23 rakaat dhoif adanya. Jadi kini telah nampak bagi kita bahwa keterangan yang menyatakan sholat tarawih berjumlah 23 rakaat tenryata tidak bisa dipakai karena terdapat kelemahan dalam periwayatanya yaitu pada rowinya yang bernama Abu Syaibah.

Barulah sekarang kita melangkah kebagian kedua, yaitu bagaimana kedudukan dalil yang menyatakan bahwa sahalat tarawih itu berjumlah 11 rakaatnya. Berikut adalah haditsnya :
Artinya :
Dari ‘Aisyah Rhodiyallohu Anha : Tidak pernah Rosululloh Saw kerjakan (sholat tathowu) di ramadhan dan tidak di lainnya lebih daripada sebelas Rakaat, yaitu ia shalat empat (rakaat)- jangan engakau tanyakan tentang bagus dan panjangnnya. – kemudian ia shalat empat (rakaat) – jangan engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya – kemudian ia shalat tiga (rakaat).
Berkata Aisyah : Saya Bertanya : Ya Rasululloh apakah paduka tuan hendak tidur sebelum witir?
Sabdanya (Rosululloh) : Ya ‘Aisyah! Sesungguhnya dua mataku tidur tapi tidak tidur hatik. (HR. Bukhari Muslim).

Hadits di atas bisa sahabat muslim lihat dalam Kitab Bulughul Marram karya Imam Ibnu hajar Al-Atsqolani pada Bab Sholatu Tathowu (sunah) hadits no 400.

Dalam hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah di atas tidak terdapat kecacatan sedikitpun. Para ulama hadits pun sepakat akan keshohihan hadits ini. Maka keterangan hadits yang menyatakan bahwa Rasululloh shalat tarawih sebelas rakaat itu kuat dan bisa dipakai.

Sekarang, keputusan ada ditangan sahabat muslim. apakah sahabat muslim memilih dalil keterangan yang dhoif (lemah), maka sholatlah 23 rakaat. Atau sahabat muslim lebih memilih keterangan dalil yang kuat dan mengikuti sunnah, maka sholatlah 11 rakaat. Itu haq sahabat muslim, sebab sahabat muslim sendiri yang akan mempertanggungjawabkannya. Tugas saya hanya sekedar menyampaikan saja.

B. Permasalahan Tata Caranya.

Kita masuk kepada peninjauan dalil pada permasalah yang kedua, yaitu tatacara praktek rakaatnya. Apakah 2 rakaat salam kemudian ditambah lagi 2 rakaat dan seterusnya? Atau empat rakaat salam dan ditambah lagi empat rakaat lagi? Mana tatacara yang benar dan mengikuti sunnah?

Baiklah mari kita tinjau kembali dalil-dalilnya!

Jika sahabat muslim meperhatikan keterangan hadits di atas (rakaat tarawih itu 11) yang di riwayatkan oleh ‘Aisyah. Pada hadits di atas sebetulnya telah nyata bagi kita keterangan untuk menjawab hadits ini. berikut potongan hadits yang menunjukan keterangan tersebut :
yaitu ia shalat empat (rakaat)- jangan engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnnya. – kemudian ia shalat empat (rakaat) – jangan engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya – kemudian ia shalat tiga (rakaat).

Dari penejalsan detail hadits di atas maka sholat tarawih yang Rasululloh lakukan adalah empat rakaat salam kemudian empat rakaat salam Dan inilah pendapat yang paling kuat untuk tatacara rakaat pada shalat tarawih atau qiamu romadhon.

Lalu bagaimana kedudukan pendapat yang mengatakan bahwa shalat sunnah Tarawih atau qiamu romadhon itu dua rakaat salam, dua rakaat salam dan seterusnya. Dalil yang menyatakan sholatnya itu dua rakaat salam, tidaklah salah dan benar adanya. Hanya saja orang yang berpendapat bahwa shalat tarawih 2 rakaat salam dengan menggunakan dalil ini, kurang tepat atau keliru. Sebab dalil yang menyatakan 2 rakaat salam itu, dalillnya untuk shalat malam atau tahajud biasa.. berikut dalilnya :

Artinya : Dari Ibnu Umar, Ia berkata : Telah bersabda rosululloh Saw : “Shalat malam itu ialah dua rakaat – dua rakaat, tetapi apabila salah seorang diantara kalian khawatir datangnya subuh, boleh ia sholat satu rakaat (witir) yang mengganjilkan baginya sholat yang ia kerjakan.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Hadits ini terdapat pada kitab Bulughul marram karya Imam Ibnu Hajar Al-Atsqolani pada bab Sholat Tathowu, hadits no 390.

Ketarangan hadits melalui jalan Ibnu Umar ini memang membahas tatacara sholat dengan dua rakaat salam dua rakaat salam. Namum hadits ini juga sudah menjelaskan pada awal hadits, bahwa yang dua rakaat salam dua rakaat salam itu hanya untuk sholat malam atau Qiamu Lail atau yang sering kita sebut tahajud, dan bukan untuk sholat tarawih atau sholat Qiamu Romadhon.

D. Apakah Sholat Tarawih Harus Berjemaah atau Sendiri?

Sekarang kita masuk pada peninjauan masalah pertentangan yang selanjutnya, apakah sholat tarawih harus berjemaah atau tidak? Di permasalahan ini juga menimbulkan pro kontra yang cukup sengit jika permasalahan ini dibawah ke ranah diskusi.

Seperti yang kita ketahui, pada umumnya di masyarakat luas bahwa kebanyakan di masyarakat kita adalah shalat tarawih berjemaah setelah sholat Isya selesai dilaksanakan. Atau dengan kata lainnya inilah yang lebih umum dilakukan oleh mayoritas orang-orang di lingkungan kita. Maka dari itu saya akan mengajak sahabat muslim semua untuk meninjau bagian ini dahulu.

Kita akan sama-sama meninjau, apakah ibadah sholat sunnah tarawih berjemaah dan dilakukan ba’da Isya itu ada dalil serta dasar hukumnya?

Mengapa harus ditinjau dari segi hal itu dahalu?

Karena, tarawih adalah ibadah, dan menurut qoidah Ushul Al-Ashlu il ‘Ibaadah Buthlan, hatta yaakuna ad-dalilu ‘ala amrihi (Asal dalam melaksanakan ibadah itu adalah batil, sehingga ada dalil yang memerintahkannya). Jadi semua Ibadah yang kita lakukan di dunia ini pada mulanya bathil, ia menjadi sunnah atau wajib yang bernilai ibadah ketika ada dalil yang memerintahkan ibadah tersebut.

Setelah saya coba cari dan telusuri tentang dalil-dalil tentang sholat tarawih berjemaah ba’da Isya, Alhamdulillah saya menemukannya. Dan berikut adalah haditsnya :

Dari 'Aisyah Radhiallahu 'anha bahwa ia menuturkan :

"Dahulu manusia shalat di masjid Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam di malam bulan Ramadhan dengan berpencar-pencar (yakni dengan berimam sendiri-sendiri). Seorang yang banyak hapal Al-Qur'an, mengimami lima sampai enam orang, atau bisa jadi lebih atau kurang. Masing-masing kelompok shalat bersama imamnya. lalu Rasulullah menyuruhku untuk memasang tikar di depan pintu kamarku.
Akupun melakukan perintahnya. Sesuai melakukan shalat 'Isya di akhir waktu, beliau keluar kemuka kamar itu. 'Aisyah melanjutkan ceritanya : Manusia yang kala itu ada di masjidpun lantas berkumpul ke arah beliau. Lalu beliau sholat bersama mereka shalat sepanjang malam. Kemudian orang-orang bubar, dan beliaupun masuk rumah. Beliau membiarkan tikar tersebut dalam keadaan terbentang. Tatkala datang waktu pagi, mereka memperbincangkan shalat yang dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama orang-orang yang ada pada malam itu (maka berkumpullah manusia lebih banyak lagi) dari sebelumnya. Sehingga akhirnya masjid menjadi bising Pada malam ke dua itu, Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam kembali shalat bersama mereka. Maka di pagi harinya, orang kembali memperbincangkan hal itu, sehingga orang yang berkumpulpun bertambah banyak lagi (pada malam ketiga) sampai masjid menjadi penuh sesak. Rasul-pun keluar dan shalat mengimami mereka. Di malam yang keempat, disaat masjid tak dapat lagi menampung penghuninya ; Rasulullah-pun keluar untuk mengimami mereka shalat 'Isya dipenghujung waktu. Lantas (pada malam itu juga) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahnya, sedangkan manusia tetap menunggunya di masjid". 'Aisyah lalu menuturkan : "Rasulullah bertanya kepadaku :"Orang-orang itu sedang apa ya 'Aisyah ?" Saya pun menjawab : "Wahai Rasulullah, orang-orang itu sudah mendengar tentang shalatmu tadi malam bersama orang-orang yang ada di masjid ; maka dari itu mereka berbondong memenuhi masjid untuk ikut shalat bersamamu". Lalu 'Aisyah melanjutkan kisahnya : "Beliau lantas memerintahkan :"Tolong lipat kembali tikarmu, wahai 'Aisyah !". Akupun lantas melakukan apa yang beliau perintahkan. Malam itu, beliau berdiam di rumah tanpa tidur sekejappun. Sedangkan orang-orang itu tetap menunggu ditempat mereka. Hingga datang pagi, barulah Rasulullah keluar. Seusai melaksanakan shalat subuh, beliau menghadap kearah para sahabatnya] dan bersabda :
"Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi (dianggap) wajib atas diri kalian.
Sesungguhnya Allah tak akan bosan, meskipun kamu sendiri sudah bosan". (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343).

Itulah hadits yang sangat panjang yang menjadi dasar dalil melakukan sholat taraweh berjemaah (dan tidak ada penjelasan ba’da Isya, untuk yan ba’da Isya entah dari mana, saya belum menemukannya).

Nah, sekarang mari kita tinjau hadits Riwayat Imam Bukhari melalu jalan Aisyah RA tersebut.

Setelah saya perhatikan dengan mengkaji, justru malah sebaliknya lho. Hadits ini seharusnya menjadi dalil bahwa sholat tarawih itu tidak berjemaah. Lho, kenapa? Pasti sahabat muslim bertanya-tanya seperti itu. Okay, mari kita runut satu persatu kejadian dalam hadits di atas, dan apa kesimpulannya?

Pada malam pertama dibulan Ramdhan (yang pertama kali dilakukan) Rasululloh melakukan sholat Qiamu Ramadhan (Tarawih) di mesjid, kemudian beberapa orang yang melihat hal itu mengikuti sholat dibelakang Rasululloh.

Ketika Pagi hari, orang-orang yang mengikuti Sholat Rasululloh bercerita kepada teman-temannya tentang sholat yang mereka lakukan tadi malam. Maka tatkala Rasululloh Sholat pada malam Kedua jumlah orang yang mengikuti sholat bersama Rasululloh menjadi lebih banyak.

Kemudian ketika pagi tiba orang-orang yang banyak itu bercerita kepada teman-temannya lagi. Sehingga pada malam ketiga, saat Rasululloh sholat, semakin banyak saja yang mengiti. Dan di malam yang keempat Mesjid membeludak jemaah dan tidak mampu lagi menampung jemaahnya. Dan Rasululloh tidak keluar untuk sholat lagi, beliau tetap diam di rumahnya tanpa tidur (sholat di rumah).

Maka orang-orang yang membeludak itu merasa keheranan. Kenapa Rosululloh tidak keluar sampai subuh tiba? Setelah Sholat Subuh Rosululloh langsung berkhutbah untuk menjawab pertanyaan mereka, beliau bersabda : "Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi (dianggap) wajib atas diri kalian.

Dan di sinilah yang menjadi titik kesimpulan yang saya katakana bahwa hadits ini seharusnya menjadi dalil bahwa sholat tarawih itu tidak dengan berjemaah. Karena rasululloh yang tadinya melakukan sholat tersebut pada akhirnya meninggalkannya sampai akhir hayat beliau.

Inilah yang disebut dalam kajian ilmu ushul fiqieh Nasih Mansuh, yaitu menghapus ketentuan yang lama dengan ketentuan hukum yang baru (kalau bahasa di Hukum UUD thogut, Amandement). Artinya Rasululloh yang tadinya sholat dengan bersama di mesjid, dihapus oleh ketentuan yang baru, yaitu Rosululloh tidak sholat berjamaah dan sholat di rumah. Dan ketentuan itu tidak beliau rubah hingga beliau wafat.

Jadi dari situlah kesimpulan saya tentang hadits ini, yang mana saya katakan bahwa hadits ini sebetulnya menyatakan bahwa rasululloh sholat tidak dengan berjemaah.
Lalu ada beberpa kalangan yang berpendapat, “Kan Rasululloh meninggalkannya karena takut di anggap wajib,” atau dengan kata lain mereka ingin mengatakan “Takut jadi diwajibkan oleh Alloh.”

Ini sebuah alasan yang terlalu mengada-ngada (menurut saya). Kenapa? Apa mungkin Alloh bisa dipermainkan dalam segi memberikan hukum? Hingga kita bisa atur supaya suatu hal itu tidak dijadikan wajib oleh Alloh. Inilah pendapat yang sangat patal, sebab sama saja menggapa Alloh bodoh dan tidak maha kuasa. Itu Mustahil bagi Alloh, sebab jika Alloh ingin mewajibkan suatu hal, pasti Alloh wajibkan, tanpa harus manusia melakukannya terlebih dahulu. Begitu pun sebaliknya jika Alloh tidak akan mewajibkan sesuatu, tidak harus menunggu manusia membiasakannya terlebih dahulu. Karena Alloh tidak butuh dan tidak mungkin bisa dintervensi oleh manusia.

Itulah yang sangat mendasari saya menolak alasan hadits ini dijadikan alasan untuk melakkan sholat tarawih dengan berjemaah. Tentunya setelah meninjaunya, seperti yang sahabat muslim saksikan tadi.

Lalu sejak kapan ada lagi tarawih berjemaah dimesjid?

Sekali lagi sampai Nabi wafat tidak pernah terjadi lagi. begitu pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq. Lalu kapan? Jawabannya pada masa Khalifah Umar Bin Khatab RA. Dan inilah yang menjadi dalil lagi bagi yang melaksanakan Tarawih berjemaah. Padahal keteranngannya pun sangat lemah, mari kita lihat dalilnya :

Dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”
(Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).

Dengan keterangan di atas, maka kita bisa mengetahui kapan adanya tarawih berjemaah. Dan tidak lain jawabannya adalah pada masa Khalifah Umar Bin Khotob.
Dan sekarang mari kita cermati dan amati, apakah keterangan dalil di atas bisa kita jadikan alasan untuk tarawih berjemaahnya.
Mari kita mulai meninjau lagi :

Kita lihat Al-Quran untuk mencari keterangan menanggapi hadits ini, mari kita baca apa yang dikatakan Alloh :

“....Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu,” (QS. Al-Maidah :3).

Apa maksudnya saya memposting ayat ini? Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, bahwa Rosululloh tidak pernah melakukan Sholat Tarawih berjemaah lagi. Dan dengan turun ayat di atas pada saat haji wada, maka telah sempurna semua ajaran Islam. Baik yang berupa ibadah, hukum, ataupun yang bersiafat syariat. Maka ajaran yang sudah sempurna, tidak membutuhkan lagi penambahan dengan alasan apapun.
Jika masih ditambah dengan alasan itu kan baik, berarti beranggapan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad belum sesempurna yang diidamkan.

Lalu, dalam hadits di atas mesti banyak yang kita tinjau lagi. Seperti, perkataan Umar (nimatul bid’ah hadzihi), kenapa diartikan inilah sebaik-baiknya bi’dah? Padahal arti yang tepat secara mufrodat artinya INILAH NIKMATNYA BID’AH. Ya begitulah Bid’ah, selalu saja nikmat karena dianggap baik dan bagus.
Dan setelah ditinjau dalam sarahnya, ternyata Umar hanya mengusulkan dan tidak ikut sholat berjemaah di dalamnya. Andaikata Umar ikut pun, itu tetap tidak bisa dijadikan landasan dalil. Karena Rosululloh tidak melakukannya. Sebagaimana yang telah Alloh Firmankan :

“…apa yang diberikan Rasul kepada kalian, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS Al-Hasyr: 7)

Karena Rosululloh meninggalkannya (dengan berjemaah), jadi kita pun harus ikut meninggalkannya, tidak perlu menambah atau mengurangi lagi dengan berbagai alasan. Begitulah menurut ayat diatas. Dan mari kita baca ayat-ayat Al-Quran yang lain yang menguatkannya :

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Aali Imran: 31).

Dan firman Allah:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al-Ahzab: 36).

Alhamdulillah, dengan urain yang sangat panjang di atas, saya harap sahabat muslim bisa menarik kesimpulan. Tentunya dengan melihat dalil-dali yang telah disajikan dan ditinjau. Andai ada yang tidak sepakat itu hal biasa, namun mohon di share agar kita bisa bahas kembali bersama, dan menambah ilmu untuk teman-teman lainnya.

Al-Haqqu MirRobbika Falaa Taqunnanna Minal Muftarin.
Wallohu ‘Alam.

26 comments:

  1. Sbhanallah akhi.....
    Disini lebih aneh lagi.
    Kalau di surau 13 raka'at
    Kalau di masjid malah 23 raka'at.
    Ana jadi bingung....
    menurut narasumber disini *ITU SUDAH TRADISI DARI NENEK MOYANG*
    Aneh jadinya.
    by HAFSH UMAR

    ReplyDelete
  2. Coba perhatikan hadist pertama(tarawih dijaman Nabi saw) dan bandingkan di zaman Umar r.a.
    Disitu tertulis, ada yg shalat 5 orang dgn satu imam dan ada yg sendirian.
    5 org tsb bukankah jama'ah???

    ReplyDelete
  3. @ Hafsh Umar : Bu, ini ada jawaban Alloh buat mereka.... tipe mereka sudah Alloh jelaskan dalam Al-Quran ...

    Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul." Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya." Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (Al-Maidah : 104).

    mereka itu kata Alloh karena telah terpedaya oleh Syetan yang mebuat pekerjaan mereka terasa indah. ini Alloh jelaskan :

    "Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
    Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (Al-Baqoroh : 169-170). begitulah penjelasan Alloh.

    @ Anonim. Coba kita chek lagi haditsnya, lalu kita buka sarah hadits. tidak ditemukan satu kalimat pun keterengan BIJAMA'ATI (berjemaah), akan tetapi memakai kalimat MA'A (bersama). lalu kalimat dalam hadits itu bukan nas atau rijal yang sholat tapi Ar-rohdu, menurut bahasa Arab, arrohdu itu sekumpulan orang 5-10 orang (terdiri dari beberapa kelompok dan berpencar). jadi tidak mungkin bisa disebut berjemaah jika berpencar-pencar, kemuadian, Rosululloh sudah meninggalkan sholat itu sampai beliau wafat (artinya ini sudah terjadi NAsakh mansukh) jadi ketentuan lama itu sudah tidak berlaku. contoh lain naskh manskh (dahulu Hamr boleh, kemudian di batasi lalu akhirnya di haramkan) sampai sekarang tetap haramkan.

    nah begitu pun dengan sholat taraweh berjemaah, Rosul tidak pernah melakukannya lagi. sampai ajaran Islam Alloh sempurnakan dgn turunnya Al-Maidah ayat 3.

    dan setelah ditelaah hadits yang menerangkan di Zaman Umar, ternyata beliau tidak ikut dalam sholat itu. Beliau hanya menyaksikan keesokan harinya .. dari itu beliau berkomentar NI'MATU BID'AH HADZIHI (inilah nikmatnya Bid'ah).

    Dan keterangan Hadits Shohih. Kullun Bid'atun Dholalatun (setiap bid'ah (yg diada2kan adalah sesat. jadi tidak ada bid'ah yang baik, karena kata kullun dalam bahasa harab mencakup keseluruhan tidak terkecuali.
    Alhamdulillah, begitu pemaparannya. :)

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah atas `ilmu nya ustadz...

    ReplyDelete
  5. Assalamualaikum..,

    Bismillah..
    membaca entri ini, tiba-tiba rasa aneh sekali.
    baru tahu rupanya di Indonesia buat 13 atau 23 rakaat.

    Tapi, untuk pengetahuan ikhwah di Indonesia..,

    Kami di Malaysia melakukan

    8 rakaat ( 4 kali salam)
    20 rakaat (1o kali salam)

    ReplyDelete
  6. WA alaikum salam .
    bukan 13 tapi 11.. .. maksudnya sudah disatukan dengan witir.. yaitu 8 rakaat Qiamu Romadhon (tarawih) + 3 rakaat witir = 11 Rakaat...
    itulah dalil yang menunjukan kesunahan dan qowi.
    dan tidak ada yang 13

    ReplyDelete
  7. TFS..:D

    di Madura rata2
    23 rakaat pak..

    ReplyDelete
  8. Nah, itu dalilnya sangat lemah Bu, dan tidak bisa dipakai.. di atas sudah saya jelaskan.. keputusan ditangan sahabat muslim semua.. mau pakai dalil yang lemah atau ang kuat... mau ikut contoh Rosul atau mau ikut contoh selain rosul. :D begitu :D

    ReplyDelete
  9. Jzk atas ilmunya.. jelas .. Abi pun mnyampaikan sperti ini ..

    ReplyDelete
  10. maaf ustadz.. ana ingin menulis hadist dari abdi rahman al qari secara lengkap(terjemahnya) dr kitabnya.. meskipun mungkin tidak akan menambah apapun tp sebagai kehati2an kita agar hadistnya tdk terpotong/tidak lengkap.

    "dari abdurrahman al-qari' ia berkata: aku pernah keluar bersama umar ibn khatb pd suatu malam di bulan ramadhan ke mesjid, ternyata orang2 terpisah-pisah, ada yg sendirian & ADA YG DIIKUTI OLEH YG LAIN (BERJAMAAH), lalu umar berkata: sesungguhnya kalo aku mempersatukan mereka dg satu imam tentu lebih utama. kemudian umar bermaksd menyatukan, & dipersatukan dg ubay ibn ka'ab. lalu aku (alqari') keluar lg bersama umar pd malam yg lain & ternyata org2 shalat mengikuti shalat imamnya, maka umar berkata: sebaik-baik bid'ah adalh perbuatan ini & SHOLAT YG MEREKA KERJAKAN SETELAH TIDUR ITU LEBIH UTAMA DARIPADA SHOLAT YG DIKERJAKAN DI AWAL MALAM (SBLM TIDUR SETELAH ISYA). & ORANG2 DIWAKTU ITU MELAKUKANYA DIAWAL MALAM". HR. BUKHARI, FATHUL BARI IV : 250.

    maaf ustadz ana tulis yang dicetak tebal sebagai kelengkapan hadistnya saja... menurut pendapat ana sendiri ustadz... hadist Al-Qari' tersebut diatas memang tidak ada menyebutkan kaliamt berjamaah, tapi menggunakan kalimat mengikuti yang lain atau bermakmum (kalo ana fahami sebagai berjamaah)tapi ada baiknya juga jika dipostingkan teks arabnya, dan lebih lengkapnya bisa dilihat dalam kitab Fathul bari' IV hal: 250-252

    kalimat umar "...sebaik-baiknya bid'ah adalah perbuatan ini.." menurut ana ini kalimah/istilah lughowi (bahasa) bukan syar'i. maaf jika ana mengunakan terjemahan ana sendiri, tidak dengan terjemah "inilah nikmatnya bid'ah"

    ana setuju sekali bahwa tidak ada bid'ah hasanah, semua bid'ah adalah sesat.. dan seandainya perbuatan umar "menyatukan" kelompok yang berpecah-pecah adalah bid'ah, maka kenapa sahabat yang lain seperti Ali tidak menegur beliau? bahkan sahabat Ubay ibn ka'ab sendiri yang menjadi imamnya tidak mengeluh/protes? maka itulah yang disebut ijma shohabi.

    ucapan Rosulullah.. "Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi (dianggap) wajib atas diri kalian.

    pertanyaan: kenapa Rosulullah tidak menegur langsung perbuatan para sahabatnya yang sholat Qiyamuramadhan dg berjama'ah? padahal beliau tidak tidur bahkan mengetahui pekerjaan para sahabatnya itu... adalah mustahil Rosulullah membiarkan sahabatnya sendiri tersesat dalam bid'ah padahal beliau masih hidup dan tahu? sedangkan bid'ah adalah perbuatan baru yang diada-adakan setelah agama itu sempurna..

    mengenai nasikh mansukh... apakah bisa taqrir menasakh amal?

    mengenai umar tidak ikut berjama'ah tidak menunjukan kebid'ahan sholat berjama'ah itu, akan tetapi secara lengkap dalam hadist tersebut diatas dinyatakan bahwa sholat yang dilaksanakan setelah tidur lebih utama dari yang awal (kita faham bahwa umar senang malaksanakan Qiyamulail dibulan lain setelah tidur)... wallahu a'lam

    demikian dari ana
    abu elfatin

    ReplyDelete
  11. Begini Akhi... kita harus jeli menyikapi hadits tersebut.
    Pertama setiap sholat yang dilakukan secara berjemaah... selalu menggunakan lapadz yang jelas tidak kabur seperti hadits yang tadi akhi sebutkan. seperti bijamati.. hadits2 yang dalam penafsiran lafadznya tidak jelas nanti akan tergolong kepada hadits yang muthorib matannya (yang guncang).

    Kedua : Perhatikan peristiwa itu.. peristiwa itu hanya terjadi di tahun pertama shaum saja dan hanya tiga hari. setelahnya tidak pernah dilakukan lagi sampai Rosululloh wafat. dalam ilmu ushul fiqih ada yang namanya Nash Al-Mansukh (menghapus ketentuan yg lama dengan ketentuan yang baru)... jadi andai memang benar ada berjemaah maka hukum itu tetap terhapus dengan hukum yang baru yaitu rasululloh meninggalkannya dan sholat di rumah.
    Dan hukum Ibadah dan Hukum syari telah final dan tidak bisa dirubah, dikurang atau di tambah... dengan keterangan Surat AL-Maidah ayat 3. (Hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu...) jadi sudah Final Islam setelah turun ayat tersebut..

    Ketiga : Alloh tidak bisa diintervensi atau dipengaruhi untuk mewajibkan mengahramkan dan menjatuhkan hukum lainnya.. jadi kaliamat "AKU KHAWAtir dijadikan wajib".. maksudnya bukan oleh Alloh sholat ini di wajibakan... tapi Rosul Khawatir sholat ini dianggap wajib oleh umat Muhammad. (dan sekarang terbukti bahwa sholat tarawih sudah melebihi sholat wajiba) sialhkan perhatikan.

    ke empat : Setiap bid'ah itu Dholalah atau sesat tidak ada Bid'ah yang nikmat ..

    ReplyDelete
  12. artikel yang sangat bagus buat orang awam seperti saya. btw, tukeran link yuk dengan http://resensifilmbagus.blogspot.com/

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah....

    Ok kita ktukeran Link... linknya udah ada tuh... bisa chek.. eh Filmnya apa aja neh :D

    ReplyDelete
  14. makasih, mas. link mas udah saya pasang. filmnya banyak kok....:D

    ReplyDelete
  15. Assalamu’alaikum wr wb. Saya 123
    Maaf sebelumnya kami mau mengomentari beberapa hal :
    a. Rosul tidak pernah melakukannya lagi. sampai ajaran Islam Alloh sempurnakan dgn turunnya Al-Maidah ayat 3.
    -----------------------------
    Maka : Yang dimaksud adalah yang pokok, dan berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram,

    Karena setelah ayat ini masih ada ayat lain yang turun seperti :
    يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (QS Al Baqarah : 278)

    b. Kullun Bid'atun Dholalatun (setiap bid'ah (yg diada2kan adalah sesat. jadi tidak ada bid'ah yang baik, karena kata kullun dalam bahasa harab mencakup keseluruhan tidak terkecuali.
    Alhamdulillah, begitu pemaparannya. :)
    --------------------------
    Kami kurang sependapat
    Kata “kulla” tidak mesti berarti segala=semua= setiap

    Kulla (yang di Bahasa Indonesia berarti setiap); ketika mempelajari ilmu mantiq ada yang dinamakan mengalami proses syakhlu awwal dlorbu tsalits sehingga bermakna pula sebagian atau sebagian besar.

    Contoh :

    أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
    Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas segala bahtera. (QS Al Kahfi : 79)
    Padahal yang dirampas adalah perahu yang baik-baik saja.

    ReplyDelete
  16. Baiklah kita mulai pada pokok pembahasan :
    >>TENTANG 20 RAKAAT
    Kami kurang tahu riwayat Abu Syaibah dari Ibnu Abbas ra,apalagi dalil jumlah rakaat tarawih dari riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak menyebutkan
    Sungguh pun demikian ada riwayat lain yang mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat dan tidak ada nama Abu Syaibah di sini.
    1. Dalil pertama :
    عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : (كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً.
    “Diriwayatkan dari al-Sa`ib bin Yazid radhiyallahu `anhu. Dia berkata : “Mereka (para shahabat) melakukan qiyam Ramadhan pada masa Umar bin al-Khatthab sebanyak dua puluh rakaat.”
    Hadis ini diriwayatkan oleh Imal al-Baihaqi di dalam al-Sunan al-Kubro, I/496. dengan sanad yang shahih sebagaimana dinyatakan oleh Imam al-`Aini, Imam al-Qasthallani, Imam al-Iraqi, Imam al-Nawawi, Imam al-Subki, Imam al-Zaila`i, Imam Ali al-Qari, Imam al-Kamal bin al-Hammam dan lain-lain.(10)
    Menurut disiplin ilmu hadis, hadis ini di sebut hadis mauquf (Hadis yang mata rantainya berhenti pada shahabat dan tidak bersambung pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Walaupun mauquf, hadis ini dapat dijadikan sebagai hujjah dalam pengambilan hukum (lahu hukmu al-marfu`). Karena masalah shalat Tarawih termasuk jumlah rakaatnya bukanlah masalah ijtihadiyah (laa majala fihi li al-ijtihad), bukan pula masalah yang bersumber dari pendapat seseorang (laa yuqolu min qibal al-ra`yi).(11)

    2. Dalil kedua

    Dari Malik dari Yazid bin Ruman, ia berkata : Adalah manusia mendirikan shalat pada zaman Umar bin Khathab sebanyak 23 raka'at." (H. Riwayat Imam Malik dalam Kitab Al Muwatha' halaman 138 juz I)

    3. Dalil ketiga :
    "Bahwasanya mereka (sahabat-sahabat) Nabi, mendirikan shalat (tarawih) dalam bulan Ramadhan pada zaman Umar bin Khathab Rda dengan 20 raka'at. (H. Riwayat Baihaqi - lihat Baihaqi (Sunan al-kubra) juz II hal 466)

    4. Dalil keempat :
    Ikutilah orang-orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar!” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain).

    ReplyDelete
  17. >>TENTANG 8 RAKAAT

    1. Dalil pertama :
    أخبرنا أحمد بن علي بن المثنى ، قال : حدثنا عبد الأعلى بن حماد ، قال : حدثنا يعقوب القمي ، قال : حدثنا عيسى بن جارية ، حدثنا جابر بن عبد الله ، قال : جاء أبي بن كعب إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إنه كان مني الليلة شيء – يعني في رمضان – قال : وما ذاك يا أبي ؟ قال : نسوة في داري قلن : إنا لا نقرأ القرآن ، فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثماني ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ، ولم يقل شيئا.
    Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Ubay bin Ka`ab datang menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu berkata : “Wahai Rasulullah tadi malam ada sesuatu yang saya lakukan, maksudnya pada bulan Ramadhan.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian bertanya: “Apakah itu, wahai Ubay?” Ubay menjawab : “Orang-orang wanita di rumah saya mengatakan, mereka tidak dapat membaca Al-Qur`an. Mereka minta saya untuk mengimami shalat mereka. Maka saya shalat bersama mereka delapan rakaat, kemudian saya shalat Witir.” Jabir kemudian berkata : “Maka hal itu sepertinya diridhai Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beliau tidak berkata apa-apa.” (HR. Ibnu Hibban).
    >>>Hadis ini kualitasnya lemah sekali. Karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Isa bin Jariyah. Menurut Imam Ibnu Ma`in dan Imam Nasa`i, Isa bin Jariyah adalah sangat lemah hadisnya. Bahkan Imam Nasa`i pernah mengatakan bahwa Isa bin Jariyah adalah matruk (hadisnya semi palsu karena ia pendusta). Di dalam hadis ini juga terdapat rawi bernama Ya`qub al-Qummi. Menurut Imam al-Daruquthni, Ya`qub al-Qummi adalah lemah (laisa bi al-qawi).
    2. Dalil kedua
    حدثنا عثمان بن عبيد الله الطلحي قال نا جعفر بن حميد قال نا يعقوب القمي عن عيسى بن جارية عن جابر قال صلى بنا رسول الله صلى الله عليه و سلم في شهر رمضان ثماني ركعات وأوتر.
    Dari Jabir, ia berkata : “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengimami kami shalat pada bulan Ramadhan delapan rakaat dan Witir.” (HR. Thabarani).(17)
    >>>Hadis ini kualitasnya sama dengan Hadis Ubay bin Ka`ab di atas, yaitu lemah bahkan matruk (semi palsu). karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang sama, yaitu Isa bin Jariyah dan Ya`qub al-Qummi.

    ReplyDelete
  18. 3. Dalil ketiga :
    Artinya :
    Dari ‘Aisyah Rhodiyallohu Anha : Tidak pernah Rosululloh Saw kerjakan (sholat tathowu) di ramadhan dan tidak di lainnya lebih daripada sebelas Rakaat, yaitu ia shalat empat (rakaat)- jangan engakau tanyakan tentang bagus dan panjangnnya. – kemudian ia shalat empat (rakaat) – jangan engkau tanyakan tentang bagus dan panjangnya – kemudian ia shalat tiga (rakaat).
    Berkata Aisyah : Saya Bertanya : Ya Rasululloh apakah paduka tuan hendak tidur sebelum witir?
    Sabdanya (Rosululloh) : Ya ‘Aisyah! Sesungguhnya dua mataku tidur tapi tidak tidur hatik. (HR. Bukhari Muslim).

    -----------------------------
    1. Hadits ini sahih riwayat Imam Bukhari, ini diakui karena tersebut dalam kitab hadits Sahib Bukhari, pada juzu' III, hal 275.

    2. Perkataan Ummul Mukminin Sitti 'Aisyah ini diakui kebenarannya, karena ini memang ucapan beliau, tidak diragukan lagi. Hanya yang menjadi pertanyaan ialah : Shalat apa yang dikatakan Siti 'Aisyah ini, apakah shalat seluruhnya, apakah shalat witir, apakah shalat tahajud, apakah shalat tarawih, apakah shalat sunnat-sunnat yang lain-lain ? Shalat apa yang di katakan bahwa Nabi tidak pemah shalat lebih dari 11 raka'at itu?

    3. Kalau dikatakan seluruh shalat yang malam tidak mungkin karena :
    -Shalat Maghrib 3 raka'at.
    -Sunnat sesudah Maghrib 2 raka'at.
    -Sunnat sebelum lsya 2 raka'at.
    -Shalat 'Isya 4 raka'at.
    -Sunnat sesudah 'Isya 2 raka'at.
    -Ini saja sudah 13 raka'at.
    -Kalau ditambah dengan shalat tahajud paling kurang 2 raka'at.
    -Shalat witir paling kurang 3 raka'at.
    Maka jumlahnya sudah menjadi 18 raka'at.
    Tidak mungkin maksud Siti 'Aisyah shalat-shalat ini.
    Nah, kalau begitu shalat apa yang dimaksud oleh Siti 'Aisyah, yang dikatakan beliau bahwa Nabi tidak lebih mengerjakannya dari 11 raka'at ?

    4. Kalau dikatakan ini adalah shalat tarawih juga tidak mungkin karena :

    -Di dalam hadits ini dikatakan bahwa Nabi tidak melebihi shalatnya dari 11 raka'at dalam bulan Ramadhan dan bulan lain Ramadhan.
    Perkataan beliau "dan tidak pula di lain Ramadhan" membuktikan bahwa maksudnya bukan shalat tarawih, karena shalat tarawih tidak ada dalam bulan lain Ramadhan.
    Maka dalil ini tidak cocok untuk shalat tarawih.


    -Kalau benar yang di katakan Siti 'Aisyah, bahwa maksudnya shalat tarawih, kenapakah Sayidini Umar dan Sahabat-sahabat Nabi pada zaman Sayidina Umar bin Khathab shalat 20 raka'at?


    -Andaikata maksud Siti 'Aisyah shalat tarawih, andai kata umpamanya, maka hal ini tidak bisa mengalahkan Sayidina Umar dan sahabat-sahabat Nabi di zaman Umar yang sudah sepakat mengerjakan shalat tarawih 20 raka'at karena menurut ilmu usul fikih :
    "Yang menetapkan ada didahulukan atas yang meniadakan".

    Siti 'Aisyah Rda. hanya melihat Nabi shalat 11 raka'at, sedang orang lain (Sahabat-sahabat yang utama juga) melihat 23 raka'at
    Orang yang banyak ilmunya didahulukan dari orang yang sedikit ilmu pengetahuannya.
    Inilah arti kaedah usul fikih itu, yaitu : Orang yang menetapkan didahulukan dari yang meniadakan.



    -Shalat yang dikatakan oleh Ummul Mu'minin Siti 'Aisyah Rda yang menyebut bahwa Nabi Muhammad Saw tidak lebih dari mengerjakannya dari 11 raka'at itu adalah shalat tahajud malam hari dan witir di belakangnya, bukan shalat tarawih.
    Nabi mengerjakan 11 raka'at itu bukan saja dalam bulan Ramadhan saja tetapi di luar Ramadhan juga, sebagaimana di terangkan oleh itu, bukti bukan shalat tarawih, karena shalat tarawih tidak ada dalam bulan lain selain Ramadhan.
    "Shalat malam Rasulullah dalam bulan Ramadhan dan selain bulan Ramadhan". (Sahih Bukhari Juz 1, hal 142).
    Ini petunjuk bahwa Imam Bukhari juga berpendapat, bahwa shalat ini bukan shalat tarawih, tetapi shalat tahajud malam yang dikerjakan dalam bulan Ramadhan dan luar Ramadhan.

    ReplyDelete
  19. kalau tarawih di rumah berjamaah bersama keluarga apa boleh?
    mohon dijawab

    ReplyDelete
  20. Akhi Sadr Aldin : Saya tidak menemukan keterangan bahwa Rasul shalat tarawwih di rumah dengan berjemaah. jd bs disimpulkan Rasul di rumah sholat mumfaridh (sendiri).
    Keterangan dalil (Sholatlah kamu sbgmn mana melihat aku sholat...)maka dlm hal tarawih ini pun kita lihat bgmn rasul sholat.
    yaitu tengah malam di rumah dan munfaridh.
    Wallohu 'alam

    ReplyDelete
  21. semua sudah diatur, itu sudah proses didalam kehidupan dunia, ada yg masuk neraka dan ada yg masuk surga. kebaikan dan keburukan akan selalu berdampingan, tidak mungkin to masuk surga semua

    ReplyDelete
  22. Anonymous30 July, 2012

    bismillah...akhi penjelesan antum tentang mengenai sholat tarawih berjamaa'h atau munfarid, jumlah rakaatnya coba antum rujuk penjelasan para ulama sunnah, sehingga kita terbebas dari kesalahan dalam menetapkan suatu hukum...karna kita adalah tulaib bukan ulama mu'tabar.....wallahu'alam..

    ReplyDelete
  23. Assalamualaikum Wr wr. taraweh (qiyamuh romadhan/ qiyamu lail)menjadi hal yang lumrah. yang aneh ketika qt mengkaji ayat - ayat dan hadist yang berhubungan dengan qiyamu lail itu. qt yang mengkaji di kuncilkan, di anggap aliran sesat, ingkar sunnah dll. anehnya lg beliau2 ini mengaku islam. tapi membenci kajian al-qur'an dan hadist???????????????????? apa karena kebodohannya atau karena taqlidnya?????????? atau islam sudah sampai pada masa yang diprediksi nabi????? yaitu "islam datang dengan keasingan dan akan pergi dalam keadaan asing juga. wallahu a'alam bisowab....

    ReplyDelete
  24. Assalamu alaikum Sdr2 ku
    Terima kasih semua tulisan pro kontra di sini saya baca semua. Saya orang yg awam jadi bingung ahkirnya malah ga sholat teraweh. saya hanya mampu menjalankan Sholat 5 waktu dan sunah lainnya krn keterbatasan ilmu. dosakah...? krn utk menyimpulkan ga mampu. mana yg hrs di ikuti.
    Sekali lagi terimakasih.

    ReplyDelete
  25. Setelah membaca, memahami dan menganalisa artikel ini....saya melihat banyak sekali syariat yg mirip atau bahkan bisa dikatakan sama dg syariat yg diajarkan oleh kaum Sya'i (Sesat dan menyesatkan)....
    Komentar saya bilamana yang terhormat penulis dari artikel ini memang belum tau atau bahkan blm memahami benar tentang ilmu Allah lebih baik diam dan tidak mengeluarkan statement yg mungkin saja bisa menyesatkan saudara muslim yg lainnya...
    Maka pahamilah setiap Firman Allah dalam Al-Quran dan setiap sabda Rassul dalam Al-Hadist...karena setiap sesat dan yg menyesatkan baik disengaja ataupun tdk disengaja itu adalah MUSYRIK.
    Dan alagkah bahayanya SYIRIK krn si pendosa tdk menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa...Naudzubillahi Min Dzalik..
    Waallahualam....

    ReplyDelete
  26. Setelah membaca, memahami dan menganalisa artikel ini....saya melihat banyak sekali syariat yg mirip atau bahkan bisa dikatakan sama dg syariat yg diajarkan oleh kaum Sya'i (Sesat dan menyesatkan)....
    Komentar saya bilamana yang terhormat penulis dari artikel ini memang belum tau atau bahkan blm memahami benar tentang ilmu Allah lebih baik diam dan tidak mengeluarkan statement yg mungkin saja bisa menyesatkan saudara muslim yg lainnya...
    Maka pahamilah setiap Firman Allah dalam Al-Quran dan setiap sabda Rassul dalam Al-Hadist...karena setiap sesat dan yg menyesatkan baik disengaja ataupun tdk disengaja itu adalah MUSYRIK.
    Dan alagkah bahayanya SYIRIK krn si pendosa tdk menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa...Naudzubillahi Min Dzalik..
    Waallahualam....

    ReplyDelete

Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)