Hukum Berkurban
Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada
pula yang berpendapat sunnah mu’akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan
mulia ini memang disyariatkan. (Hasyiyah Asy Syarhul Mumti’ 7/519). Sehingga
tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena
amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub,
syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.
Berkurban Lebih Utama Daripada Sedekah
Beberapa ulama
menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya
sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan
yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut
disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub
kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul
Maulud hal. 65)
Perihal Binatang Kurban
a. Harus Dari Binatang Ternak
Binatang
ternak tersebut berupa unta, sapi, kambing ataupun domba. Hal ini sebagaimana
firman Allah (artinya):
“Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada
mereka.” (Al Hajj: 34)
Jika seseorang
menyembelih binatang selain itu -walaupun harganya lebih mahal- maka tidak
diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/ 477 dan Al Majmu’ 8/222)
b. Harus Mencapai Usia Musinnah dan Jadza’ah
Hal ini
didasarkan sabda Nabi :
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah
kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi
unta, sapi dan kambing untuk disembelih, pen). Namun apabila kalian mengalami
kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia
yang cukup, pen) dari domba.” (H.R. Muslim)
Oleh karena
tidak ada ketentuan syar’i tentang batasan usia tersebut maka terjadilah
perselisihan di kalangan para ulama. Akan tetapi pendapat yang paling banyak
dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah: unta berusia 5 tahun, sapi
berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat
ini dipilih oleh Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Asy Syarhul
Mumti’ 7/ 460.
c. Tidak Cacat
Klasifikasi
cacat sebagaimana disebutkan Nabi dalam sabdanya:
أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِيْ اْلأَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوْرُهاَ وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ضِلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ -وَفِي لَفْظٍ- اَلْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لاَ تُنْقِيْ
“Empat
bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang kurban: buta sebelah yang jelas
butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus
yang tidak bersumsum.” (H.R. Abu Dawud dan selainnya dengan sanad shahih)
Lantas, diantara para ulama memberikan kesimpulan sebagai berikut:
o Kategori
cacat (didalam As Sunnah) yang tidak boleh ada pada binatang kurban adalah
empat bentuk tadi. Kemudian dikiaskan kepadanya, cacat yang semisal atau yang
lebih parah dari empat bentuk tersebut.
o Kategori
cacat yang hukumnya makruh seperti terbakar atau robek telinga dan patah tanduk
yang lebih dari setengah.
o Adapun cacat
yang tidak teriwayatkan tentang larangannya -walaupun mengurangi kesempurnaan-
maka ini masih diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/476-477 dan selainnya)
Walaupun
kategori yang ketiga ini diperbolehkan, namun sepantasnya bagi seorang muslim
memperhatikan firman Allah (artinya):
“Kalian tidak akan meraih kebaikan sampai kalian menginfakkan apa-apa yang
kalian cintai.” (Ali Imran : 92)
d. Jenis Binatang Apa Yang Paling Utama?
Para ulama
berbeda pendapat tentang jenis binatang yang paling utama untuk dijadikan
kurban. Hal ini disebabkan tidak adanya dalil yang shahih dan jelas yang
menentukan jenis binatang yang paling utama, wallahu a’lam. Asy Syaikh Muhammad
Amin Asy Syanqithi rahimahullah tidak menguatkan salah satu pendapat para ulama
yang beliau sebutkan dalam kitab Adwa’ul Bayan 5/435, karena nampaknya
masing-masing mereka memiliki alasan yang cukup kuat.
Hanya saja
seseorang yang mau berkurban hendaknya memberikan yang terbaik dari apa yang
dia mampu dan tidak meremehkan perkara ini. Allah mengingatkan (artinya):
“Wahai
orang-orang yang beriman, berinfaklah dengan sebagian yang baik dari usaha
kalian dan sebagian yang Kami tumbuhkan di bumi ini untuk kalian. Janganlah
kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan padahal kalian sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata. Ketahuilah bahwa Allah Maha
Kaya dan Maha Terpuji.” (Al Baqarah: 267)
Jumlah Binatang Kurban
a. Satu Kambing Mewakili Kurban Sekeluarga
Abu Ayyub Al
Anshari Radhiallahu’anhu menuturkan: “Dahulu ada seseorang dimasa Rasulullah
menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.” (H.R. At Tirmidzi
dan selainnya dengan sanad shahih)
b. Satu Unta Atau Sapi Mewakili Kurban Tujuh Orang Dan Keluarganya
Hal ini
dikemukakan Jabir bin Abdillah: “Kami dulu bersama Rasulullah pernah
menyembelih seekor unta gemuk untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh
orang pula pada tahun Al Hudaibiyyah.” (H.R. Muslim)
Waktu Penyembelihan
a. Awal Waktu
Yaitu setelah penyembelihan kurban yang dilakukan oleh imam (penguasa) kaum
muslimin ditanah lapang. (H.R. Muslim). Apabila
imam tidak melaksanakannya maka setelah ditunaikannya shalat ied.
(Muttafaqun ‘alaihi)
b. Akhir waktu
Para ulama
berbeda pendapat tentang akhir penyembelihan kurban. Ada yang berpendapat dua
hari setelah ied, tiga hari setelah ied tersebut, hari ied itu sendiri
(tentunya setelah tengelamnya matahari) dan hari akhir bulan Dzulhijjah.
Perbedaan pendapat ini berlangsung seiring tidak adanya keterangan shahih dan
jelas dari Nabi tentang batas akhir penyembelihan. Namun tampaknya dua pendapat
pertama tadi cukuplah kuat. Wallahu a’lam.
Sunnah Yang Dilupakan
o Bagi orang
yang hendak berkurban, tidak diperkenankan baginya untuk mengambil (mencukur)
segala rambut/bulu, kuku dan kulit yang terdapat pada tubuhnya (orang yang
berkurban tersebut, pen) setelah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah sampai
disembelih binatang kurbannya, sebagaimana hadits Ummu Salamah yang
diriwayatkan oleh Muslim. Namun bila sebagian rambut/bulu, kulit dan kuku cukup
mengganggu, maka boleh untuk mengambilnya sebagaimana keterangan Asy Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy Syarhul Mumti’ 7/ 532.
o Diantara
sunnah yang dilupakan bahkan diasingkan mayoritas kaum muslimin adalah
pelaksanaan kurban di tanah lapang setelah shalat ied oleh imam (penguasa) kaum
muslimin. Wallahul musta’an. Padahal Rasulullah menunaikan amalan agung ini.
Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu berkata: “Dahulu Rasulullah menyembelih
binatang kurban di Mushalla (tanah lapang untuk shalat ied, pen).” (H.R.
Bukhari). Dan tidaklah Rasulullah melakukan sesuatu kecuali pasti mengandung
manfaat yang besar.
Tata Cara Penyembelihan
a. Menajamkan Pisau Dan Memperlakukan Binatang Kurban Dengan Baik
Rasulullah
bersabda (artinya): “Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap
segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik.
Dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula.
Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan
(tidak menyiksa) sesembelihannya.” (H.R. Muslim)
b. Menjauhkan Pisaunya Dari Pandangan Binatang Kurban
Cara ini
seperti yang diceritakan Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah pernah
melewati seseorang yang meletakkan kakinya didekat leher seekor kambing,
sedangkan dia menajamkan pisaunya. Binatang itu pun melirik kepadanya. Lalu
beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini
(sebelum dibaringkan, pen)?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua
kali?!.” (H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)
c. Menghadapkan Binatang Kurban Kearah Kiblat
Sebagaimana
hal ini pernah dilakukan Ibnu Umar Radhiallahu’anhu dengan sanad yang shahih.
d. Tata Cara Menyembelih Unta, Sapi, Kambing Atau Domba
Apabila
sesembelihannya berupa unta, maka hendaknya kaki kiri depannya diikat sehingga
dia berdiri dengan tiga kaki. Namun bila tidak mampu maka boleh dibaringkan dan
diikat. Setelah itu antara pangkal leher dengan dada ditusuk dengan tombak,
pisau, pedang atau apa saja yang dapat mengalirkan darahnya.
Sedangkan bila
sesembelihannya berupa sapi, kambing atau domba maka dibaringkan pada sisi
kirinya, kemudian penyembelih meletakkan kakinya pada bagian kanan leher
binatang tersebut. Seiring dengan itu dia memegang kepalanya dan membiarkan
keempat kakinya bergerak lalu menyembelihnya pada bagian atas dari leher. (Asy
Syarhul Mumti’ 7/478-480 dengan beberapa tambahan)
e. Berdoa Sebelum Menyembelih
Lafadz doa
tersebut adalah:
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Dengan
nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
“Dengan
nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.”
(H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih)
Tidak Memberi Upah Sedikitpun Kepada Penyembelih Dari Binatang Sembelihannya
Larangan ini
dipaparkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu: “Aku pernah diperintah
Rasulullah untuk mengurus kurban-kurban beliau dan membagikan apa yang kurban
itu pakai (pelana dan sejenisnya pen) serta kulitnya. Dan aku juga diperintah
untuk tidak memberi sesuatu apapun dari kurban tersebut (sebagai upah) kepada
penyembelihnya. Kemudian beliau mengatakan: “Kami yang akan memberinya dari apa
yang ada pada kami.” (Mutafaqun ‘alaihi)
Boleh Memanfaatkan Sesuatu Dari Binatang Kurban
Diperbolehkan
untuk memanfaatkan sesuatu dari binatang tersebut seperti kulit untuk sepatu,
tas, tanduk untuk perhiasan dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan hadits Ali
bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu tadi.
Tidak Boleh Menjual Sesuatupun Dari Binatang Kurban
Larangan ini
berlaku untuk seorang yang berkurban, dikarenakan menjual sesuatu dari kurban
tersebut keadaannya seperti mengambil kembali sesuatu yang telah disedekahkan,
yang memang dilarang Rasulullah . Beliau bersabda (artinya):
“Permisalan
seseorang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian
menjilatinya lalu menelannya.” (H.R. Muslim dan Al Bukhari dengan lafadz
yang hampir sama)
Disyariatkan Pemilik Kurban Memakan Daging Kurbannya
Diantara dalil
yang mendasari perbuatan ini secara mutlak (tanpa ada batasan waktu) adalah
firman Allah (yang artinya):
“Maka
makanlah daging-daging binatang tersebut dan berilah makan kepada orang fakir.”
(Al Hajj : 28)
Demikian juga
sabda Nabi (yang artinya):
“Makanlah
kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada
orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri).” (H.R. Bukhari)
Adapun
ketentuan jumlah yang dimakan, diinfaqkan maupun yang disimpan maka tidak ada
dalil yang sah tentang hal itu. Wallahu a’lam. Hanya saja, alangkah mulianya
apa yang pernah dikerjakan Rasulullah ketika beliau hanya mengambil sebagian
saja dari kurban sebanyak 100 unta. (H.R. Muslim) .
Sembelihan seekor sapi mencukupi untuk 7 orang dan sembelihan
seekor unta mencukupi untuk 10 orang. Berdasarkan hadits:
كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر ، فحضر الأضحى ، فاشتركنا في البقرة سبعة ، وفي البعير عشرة
“Kami pernah bersafar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, kemudian tiba hari Idul Adha. Maka kami patungan bertujuh untuk sapi,
dan bersepuluh untuk unta” (HR. Tirmidzi 1501, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Sunan Tirmidzi 905)
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkurban
dengan seekor domba jantan yang didominasi warna putih dan bertanduk. Beliau
menyembelihnya dengan tangannya sendiri, membaca Basmalah dan bertakbir serta
meletakkan kakinya di atas samping lehernya.”
Dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu berkata: "Aku menyaksikan
Shalat Idul Adha di musholla bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Saat beliau selesai khutbah, beliau turun dari mimbar dan dibawakan kepada
beliau seekor domba jantan lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyembelihnya
sambil mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
"Dengan nama Allah dan Allah Maha
Besar, ini dariku dan dari setiap orang yang tidak berkurban dari umatku."
(Dishahihkan oleh-Al-albani rahimahullah dalam Shahih al-Tirmidzi)
Penyembelihan dilakukan dilapangan. Dalilnya hadits Ibnu Umar:
كان – صلى الله عليه وسلم – يُضحي بالمُصلى
“Biasanya Nabi Shallallahu’alahi Wasallam berqurban dilapangan” (HR.
Bukhari 5552)
Wallohu 'Alam.
No comments:
Post a Comment
Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)