Ramadhan ke Ramadhan telah banyak berlalu. Begitu juga ‘Ied
ke ‘Ied (lebaran) telah berkali-kali kita lewati. Ragam sukacita, kegembiraan,
kesyahduan dan kemeriahan tersaji dalam menyambutnya. Semua berlomba
memperbanyak dan membagus-baguskan ibadah ritualnya. Baik secara kwalitas dan
kwantitas. (Gerutu hati saya kenapa hanya pada Ramadhan berlomba-lomba.
Bulan-bulan yang lain memangnya pada kemana? Apa Islam hanya Ramadhan saja?).
Bahkan sampai sulit membedakan mana yang betul-betul ibadah
yang diatur oleh syariat, mana yang hanya sekedar budaya namun dianggap ibadah,
dan mana yang hanya sekedar yang diada-adakan. Atau dengan bahasa lainnya
terkadang karena semangat yang terlampau berlebihan dalam ibadah. Hingga yang
tidak pernah dilakukan rasul. Contoh saja (kuramasan) meminta maaf sebelum
Ramadhan atau ketika lebaran (sudah saya bahas di sini) atau kebiasaan yang
orang-orang banyak lakukan sebelum dan setelah Ramadhan lainnya, yaitu NYEKAR
atau nama lainya ziarah kubur.
Nah sekarang kita akan coba meninjau bagaimana kedudukan
hukumnya dalam aturan Islam? Adakah tuntunannya agar umat Islam selalu atau
ditekankan nyekar sebelum dan susudah Ramadhan? Adakah contoh dan perintahnya
untuk itu? Adakah penekanan khusus untuk Ramadhan agar nyekar? Mari kita tinjau
bersama-sama :
Untuk meninjaunya, pertama-pertama kita harus meninjau hukum
nyekar (Ziarah Kubur) itu sendiri secara umum terlebih dahulu. Wajibkah?
Sunnahkah? Atau apa hukumnya?
Hukum Ziarah Kubur atau nyekar secara umum bisa kita lihat
dengan meninjau dalil-dalil berikut :
Hadits
Buraidah bin Al-Hushoib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam beliau bersabda :
إِنِّيْ كُنْتُ
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
”Sesungguhnya
aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah
kuburan”.
Hadits
ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan oleh Imam Abu Daud (2/72
dan 131) dengan tambahan lafazh.
فَإِنَّهَا
تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
“Sebab
ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat”.
Serta
dari jalan Abu Daud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh Imam Al-Baihaqy
(4/77), Imam An-Nasa`i (1/285 –286 dan 2/329-330), dan Imam Ahmad (5/350,
355-356 dan 361).
Dan hadits
yang semisal yaitu :
- Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu
‘anhu, yang semakna dengan hadits Buraidah. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/38,63
dan 66 dan Al-Hakim 1/374-375 dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hakim.
- Hadits
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, yang juga semakna dengan hadits Buraidah dikeluarkan
oleh Al-Hakim 1/376.
Dalam
redaksi hadits hadits di atas secara jelas dikatakan, bahwa Rasululloh
dahulunya lalu kemudiaan memerintahkannya. Lalu kenapa dahulu Rasul melarangnya
lalu memerintahkan? Dalam sejarah dan asbaabul wurud hadits tersebut
diceritakan bahwa, dahulu Rasul melarang umat Islam berziarah kubur karena
kondisi umat Islam berada di Mekkah. Di mana pada saat itu kondisi umat baru
saja masuk Islam. Sudah barang tentu keadaan tauhid umat Islam pada saat masih
sangat lemah. Kemudian ditambah dengan kebiasaan masyrakat jahiliyah pada saat
itu, melakukan pemujaan dan meminta-minta pada kuburan-kuburan leluhur atau
orang yang mereka anggap suci. Karena kawatir jatuh pada kemusyrikan dan
mengikuti budaya jahiliyah meminta-minta pada kuburan, maka pada saat itu Rasul
melarang semua umat Islam untuk melakukan ziarah kubur.
Namun setelah Rasul mengetahui bahwa kondisi umat Islam
sudah kuat ketauhidannya maka Rasul memerihtahkan (membolehkan) umat Islam
untuk berziarah kubur. Namun di sana juga (hadits di atas) Rasul memberikan
penekanan fungsi dan tujuan ziarah kubur. Yaitu hanya satu fungsi dan tujuan,
MENGINGAT KEMATIAN (atau dalam hadits di atas disebutkan mengingat pada hari
akhirat).
Lalu dengan dalil di atas apa ziarah kubur menjadi satu
kewajiban atau sunnah? Karena dalam hadits di atas ada kalimat perintah (fiil
amr). Sebagaimana kita ketahui dalil ushul mengatakan :
الاصل فى الامر للوجوب حتى يكون الدليل على خلاف.
“Hukum Asal
dalam (kalimah) perintah adalah wajib hingga datang dalil yang menyalahinya
(mengecualikan).”
Jika kita merujuk dalil tersebut memang akan terlihat bahwa
ziarah kubur menjadi wajib atau yang ada dalam tuntunan sunnah. Namun dalam
mengambil istimbat hukumnya tidak tepat jika menggunakan dalil ushul
tersebut.Kata harus cermat dan jeli dalam menggunakan dalil untuk mengambil
kesimpulan hukum. Untuk hadits di atas tidak bisa menggunakan dalil ushul asal
dalam perintah menunjukan untuk wajib. Sebab redaksi hadits di atas tidak murni
kalimah perintah. Atau tidak serta merta dimulai oleh perintah. Namun jika kita
perhatikan dengan seksama, bisa kita lhat dan baca bahwa hadits tesebut dimulai
dengan kalimah larangan (nahyi). Maka dalam menarik kesimpulan hukumnya pun
kita menggunakan dalil ushul yang menerangkan kalimah amr dan nahyu secara
sekaligus. Keterangan dalil yang tidak dipisah-pisah. Dalil Ushul menerangkan
jika ada kalimah amr (perintah) setelah nahyu (larangan) maka hukumnya menjadi
mubah. Sebagaimana dalil ushul berikut :
الامر بعد نهي الائباحة.
“Perintah yang
terletak setelah larangan adalah mubah (boleh).”
Maka jelas secara hukum ushul fiqih hadits tentang ziarah
kubur di atas dalam tatanan Islam jatuh pada hukum mubah (boleh). Sehingga ini
menjadi ketetapan dalil secara umum hukum berziarah kubur itu mubah atau
dibolehkan. Bukan wajib, bukan, mandhub (sunat), bukan makruh (dibenci) bukan
juga haram. Namun ziarah kubur berhukum mubah itu, dengan catatan tentunya.
Yaitu jika kita yang berziarah kuburnya untuk mengingat hari akhirat atau untuk
mengingat kematian. Sebagaimana mengacu kepada dalil hadits dengan kalimah “Sebab ziarah kubur itu
akan mengingatkan pada hari akhirat”.
Dan
hukum pun tidak lagi mubah (boleh), berubah menjadi haram. Jika kita berziarah
ke kubur itu untuk meminta-minta, untuk tawashul (perantara) do’a, untuk
berzikir dan yang lainnya yang selain untuk mengingat mati. Karena
prilaku-prilaku yang disebutkan tadi adalah prilaku jahiliyah yang berujung
pada kemusyrikan. Seandainya kita melakukan ziarah kubur itu untuk
perbuatan-perbuatan tadi maka kembali hukumnya haram. Sebagaimana dahulu nabi
mengharamkan ziarah kubur.
Hal-hal
yang perul diperhatikan saat berziarah kubur dalam rangka mengingat kematian
adalah tidak melakukan ritual dan peribadahan atau aktivitas macam-macam. Kita
hanya boleh mendoa’akan ahli kubur (selama dia mu’min, jika tidak mu’min haram
didoakan : dasar dalil surat At-Tawbah ayat 113), dan merenungkan bahwa kita
tidak akan lama lagi akan seperti yang ada di hadapan kita tersebut. kita tidak
disyariatkan membaca doa macam-macam, dzikir aneh-aneh atau apa pun itu. Sebab
itu tidak ada tuntunannya dalam Islam.
Ziarah
kubur pun menjadi haram jika selama berziarah kita melanggar apa-apa yang telah
dilarang saat berada di pekuburan. Beberapa hal yang dilarang saat ziarah kubur
dengan merujuk keterangan dalil dari jalan
Sa’ad bin Abi waqosh :
نهى رسول الله ص م
ان يجصص القبر, و ان يقعد عليه, و ان يبنى عليه. رواه المسلم.
“Rasululloh melarang untuk mengapur
kuburan, dan melarang duduk (berdiam) atasnya dan melarang membangun atasnya.” (Hadits
Riwayat Imam Muslim).
Dalam Kitab Bulughul marram Bab Janaiz Hadit no 602.
Dari
keterangan hadits di atas kita bisa menyimpulkan hal-hal yang dilarang saat
dipekuburan.
1.
Duduk atau berlama-lama di pekuburan. Jika duduk sebentar saja di larang. Apalagi jika
sampai duduk lama untuk berdoa dan dzikir ini dan itu.
2.
Kalimah Yuq’adu yang berarti duduk. Diartikan juga
berdiam lama. Seperti tinggal lama, atau bertapa. Maka ini pun dilarang.
3. Membangun kuburan dengan menembok, atau menghias kuburan
atau juga membangun untuk sesuatu di atas kuburan itu juga sama dilarang.
Nah,
maka ketika larangan-larangan di atas dilanggar. Maka berziarah kubur yang
tadinya boleh, maka hukumnya berubah menjadi haram. Seperti kita berlama-lama
dikuburan, duduk-duduk saat di pekuburan, atau berdoa dan berdzikir ini dan itu
saat di kuburan. Maka ziarah yang kita lakukan itu sudah jatuh hukum haram dan
bukan lagi mubah (boleh).
Dan
yang kedua hukum ziarah kubur untuk perempuan.
Di
sini ulama-ulama berbeda pendapat. Ada yang secara muthlak mengharamkan ziarah
kubur bagi perempuan dan ada juga yang menjatuhkan hukum makruh. Sebagaimana
merujuk dalil-dalil berikut ini :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ لَعَنَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melaknat wanita-wanita peziarah kubur””.
Hadits ini diriwayatkan Ibnu Hibban di dalam Shohihnya
sebagaimana dalam Al-Ihsan no.3178.
Dan mempunyai syawahidnya (pendukung-pendukungnya)
diriwayatkan oleh beberapa orang Shahabat diantaranya :
Hadits Hassan bin
Tsabit dikeluarkan oleh Ahmad 3/242, Ibnu Abi Syaibah 4/141, Ibnu Majah 1/478,
Al-Hakim 1/374, Al-Baihaqy dan Al-Bushiry di dalam kitabnya Az-Zawa`id dan dia
berkata isnadnya shohih dan rijalnya tsiqot.
Hadits Ibnu ‘Abbas : Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dan Ashhabus Sunan Al-Arba’ah (Abu Daud, An-Nasa`i, At-Tirmidzy dan Ibnu
Majah), Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqy.
Hadits dengan lafazh seperti di atas زَائِرَاتِ
menunjukkan pengharaman ziarah kubur bagi wanita secara umum tanpa ada
pengecualian.
Akan tetapi ada lafazh lain
dari hadits ini, yaitu :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ. وَ فِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ
“Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam )dalam lafazh yang lain Allah subhanahu wa ta’ala)
melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”.
Lafazh
زُوَّارَاتِ (wanita yang banyak berziarah) menjadi dalil bagi sebagian
‘ulama untuk menunjukkan bahwa berziarah kubur bagi wanita tidaklah terlarang
secara mutlak (haram) akan tetapi terlarang bagi wanita untuk sering melakukan
ziarah kubur. Seperti apa yang dikatakan pada ulama di bawah ini :
Berkata Imam Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah Al-Maqdasy
Al-Hambaly : “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dikalangan Ahlul ‘Ilmi
tentang bolehnya laki-laki berziarah kubur”. Lihat Al-Mughny 3/517.
Perkataannya : “Bolehnya laki-laki berziarah kubur”
memiliki pengertian bahwa bagi wanita belum tentu boleh atau tidak boleh sama
sekali.
Berkata Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary
Al-Malikiy, terkenal dengan nama kunyahnya “Ibnul Hajj” : “Dan seharusnya
(selayaknya) baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ke
kuburan meskipun wanita-wanita tersebut memiliki mayat (karena si mayat adalah
keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa
mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah”. Lihat : Madkhal As-Syar‘u
Asy-syarif 1/250.
Berkata Syaikh Ibrahim Dhuwaiyyan : “Minimal hukumnya
adalah makruh”
Namun dalam satu riwayat ‘Aisyah pernah sekali menziarahi
makam saudaranya Abdurahman bin Abu Bakar saat pulang dari berhaji bersama
rombongan. Rombongan saat haji tersebut dipimpin oleh Abdurahman Bin ‘Auf dan ‘Aisyah
ditemani mahromnya yaitu Abdullah bin Abdurrahman.
Menyikapi hal ini saya memilih mendiamkannya. Yaitu silahkan
mengambil ketatapan antara makruh dan haramnya ziarah kubur bagi anda perempuan.
Namun tentu kehati-hatian dalam Islam lebih diutamakan daripada melaksanakan
sesatu yang masih kita ragukan hukumnya.
Terlapas dari riwayat yang menceritakan bahwa ‘Aisyah
pernah berziarah kubur. Hal itu tidak bisa dijadikan dalil. Sebab pada saat itu
‘Aisyah bukan dengan sengaja berangkat ke pekuburan. Namun, hanya mampir saat
pulang dari haji. Itu pun bukan karena dalam satu rombongan yang tidak boleh
memisahkan diri. Dan di mana saat itu mahrom ‘Aisyah adalah Abdullah bin
Abdurrahman, atau anak dari mayat yang dikubur pada kuburan tersebut. Jadi saya
lebih melihat bahwa ‘Aisyah bukan sengaja berziarah kubur. Namun lebih pada
untuk tetap satu kelompok dalam rombongan haji yang dipimpin Abdurrahman Bin ‘Auf
serta untuk terus beserta Abdullah bin Abdurrahman.
Begitulah ketetapan-ketatapan dari dasar dalil-dalil yang
ada bahwa berziarah kubur secara umum boleh selama tidak melanggar
larangan-larangan yang ada. Dan berziarah kubur menjadi haram (sebagian memakruhkan)
bagi perempuan.
Namun sekarang bagaimana hukum ZIARAH KUBUR YANG
DILAKUKAN SEBELUM RAMDHAN DAN SESUDA LEBARAN ATAU YANG DISEBUT NYEKAR?
Ziarah kubur yang disangkut pautkan dengan Ramadhan dan
Lebaran sungguh tidak ada dalil perintah dan contoh dari Nab Saw. Maka itu pun
jatuh pada hukum haram. Kenapa? Karena ziarah kubur yang umum disangkut pautkan
dengan ibadah Ramadhan baik sebelumnya atau sesudahnya itu tidak boleh. Karena seakan
itu menjadi satu kesatuan dengan hukum dan tatacara Ramadhan. Padahal Rasul
tidak syariatkan hal tersebut. serta merujuk pada dalil ushul fiqh, bahwa haram
mengkhususkan yang umum.
Ziarah kubur yang umum kapan saja kemudian dikususkan dan
dilazimkan pada saat menjelang dan susudah Ramdhan. Maka di sini letak ketidak
bolehannya. Begitu juga jika dikhususkan pada bulan lain atau tanggal tertentu.
Ini pun sama jatuh pada hukum haram.
Demikianlah uraian tentang permasalahan nyekar atau
ziarah kubur.
Awfu minkum wastaghfirulloha li walakum.
Wallohu’alam bishshowab.
Assalamu'alaikum akhi. Jalan2 nih, :D
ReplyDeleteKUnjungi blog ana ya, siapa tahu ada manfaat yang bisa diambil seperti ana yang banyak mendapat manfaat di blog antum ini.
Wa'alaykumus salam.... :) InsyaAllah Khi
ReplyDeleteTlong antum jlaskan mna dlil2 yg mngharmkan dzikir,bca Al Qur-an dn doa di kuburan dn jg mna dlil yg mnghramkn ziarah kubur sblm rmdhan dn ssudah'a..!
ReplyDeletePengkhususannya yang membuatnya jatuh pada Harom..
DeleteMenukil pada dalil ushul Fiqih tidak bolehnya MENGKHUSUSKAN YANG UMUM atau MENGUMUMKAN YANG KHUSUS.
Krn Hukum dassar Ziarah Kubur adalah AL IBaahah atau Boleh2 saja. Sampai batas mana bolehnya. sampai ketika tidak dikaitkan dengan ibadah mahdhoh apapun. dan selama tidak dikaitkan dengan syarat dan rukun apa pun untuk ziarah kubur. dan tidak melebih-lebihkan pada Fadhoil amalnya.
krn Hikmah dr ziarah kubur yg rasul anjurkan adalah untuk Dzikrul maut.. untuk yang masih hidup menyadari akan segera seperti yg dia ziarahi (spt yg terdapat pada doa lewat dan ziarah kubur)