Breaking

Mencari Pengganti Raja

Mahkota Raja | sumber google








(Sang Zundi Khatulistiwa). Suatu ketika ada sebuah negri yang memiliki kekuasaan yang sangat luas. Negri ini bernama Baldatun Thayyibah, dipimpin oleh seorang raja yang sangat adil. Sang raja begitu bijaksana dan sangat dermawan. Beliau pun selalu mengedepankan kepentingan rakyatnya. Sehingga tidaklah heran seluruh rakyat di negri itu hidup dengan makmur dan cinta damai serta penuh dengan keadilan. Sang raja sangat disegani dan dicintai oleh rakyatnya. Sebaliknya sanga raja sangat menghormati dan memanjakan rakyatnya.

Hingga pada suatu hari sang raja menyadari bahwa dirinya sudah tidak muda lagi. Beliau menyadari bahwa belakangan ini dirinya sudah sering jatuh sakit. Ia pun berpikir jika terus beralngsung seperti ini, dirinya akan sulit menunaikan kewajibannnya kepada rakyat. Dan kesetabilan negri pun lama-lama akan goyang dan akhirnya tumbang berantakan. Jika hal itu sampai terjadi, maka dirinyalah yang paling berdosa dan bertanggung jawab di hadapan Allah. Karena menurut beliau, dengan begitu dirnya telah menghianati rakyatnya, ia telah berhinat pada amanah yang diembannya. Sang Raja yang adil tidak ingin semua itu terjadi. Dirinya harus mengambil langkah cepat yang tepat. Mengambil keputusan bijak yang cerdas dengan segera, dan jangan sampai terlambat.

Raja memutuskan akan segera meletakan jabatannya, beliau akan mundur dari kepemimpinannya. Namun beliau berbeda dengan kebiasaan raja-raja lainnya. Jika kebiasaan pada umumnya, akan menyerahkan tahta kerajaan kepada putra mahkota sang raja atau ke sanak famili terdekatnya. Tidak demikian dengan raja yang bijaksana ini. Beliau tidak langsung menyerahkan pada orang-orang terdekat nasabnya. Karena beliau tidak ingin tahta kerajaan jatuh kepada orang yang bukan haknya. Beliau pun tidak ingin jika kerjaan jatuh kepada orang yang tidak memiliki kemampuan. Dan beliau ingin yang meneruskan kerajaanya ini adalah orang yang patas dan tepat. Maka sang Raja pun memutuskan untuk mencari pengganti dirinya lewat saembara. Hal itu dimaksudkan untuk mencari manusia terbaik pada saat itu. Maka siapa pun yang ingin menjadi raja, harus mengikuti saembara. Tidak terkucuali putra mahkota dan keluarga nasabnya.

Ketika itu beliau langsung mengadakan saembara besar-besaran. Saembara ini bertajuk mencari penggati raja. Maka sang Raja pun memerintahkan agar semua pemuda yang sudah baligh di seluruh negri Baldatun thayibah untuk segera berkumpul di alun-alun di depan Mesjid agung kerajaan. Selepas sholat Dzuhur bersama para pemuda, Sang Raja yang sederhana ini naik ke atas pendopo. Ditemani oleh beberapa pengawalnya Sang Raja mulai menemui para pemuda negri yang telah berkumpul di alun-alun Mesjid Agung. Sang Raja pun mengucap salam yang dijawab dengan riuh oleh ribuan bahkan puluhan ribu pemuda negri Baldatun Thayyibah. Kemudian Sang raja pun mengumunkan isi saembara tersebut dengan rinci. Beliau menjelaskan bahwa Saembara tersebut diadakan dengan maksud mencari seorang pemuda terbaik. Siapa saja yang mampu menerima dan menyelesaikan tantangan dari sang raja dengan sempurna maka ialah yang kelak akan diserahi tahta kerajaan untuk melanjutkan memimpin negri.

Para pemuda pun hanya bisa mendengarkan dengan punuh perhatian dan ketercengangan. Perasaan mereka dipenuhi debaran was-was dan ketidak sabaran, kira-kira tantangan dan syarat apa yang akan mereka terima. Sebab siap atau tidak siap mereka harus ikut saembara yang bersifat wajib tersebut. Sementara hati mereka juga mulai dipenuhi dengan berkas-berkas harapan yang menyusun asa di masa depannya. Akhirnya raja pun memerintahkan kepada petugas kerajaan untuk segara membagikan sebuah biji kecil kepada seluruh pemuda negri Baldatun Thayyibah, masing-masing satu biji. Kemudian raja pun menjelaskan saembaranya.

Kata sang raja “Biji itulah saembara untuk kalian,”
Para pemuda pun kebingungan dengan maksud perkataan sang raja. Kemudian sang raja melanjutkan perkataannya, “Jadi kalian harus merawat biji yang telah kalian pegang itu dengan baik. Kalian harus menjaganya dengan sepenuh hati. Lalu enam bulan lagi kalian harus kembali membawanya ke alun-alun ini. Maka siapa pun yang berhasil menjadi yang terbaik, maka dialah yang akan meneruskan tahta kerajaan ini."

Setelah itu para pemuda pun segera kembali pulang ke rumah mereka masing-masing. Sepanjang jalan, hampir seluruh pemuda berbincang tentang mudahnya saembara yang sedang mereka ikuti ini. mereka pun semuanya optimis bisa menjadi yang terbaik. Mereka bertekad untuk merawat dan menjaga biji itu dengan sebaik-baiknya. Hingga biji itu tumbuh menjadi tanaman yang paling indah yang pernah ada di bumi ini. Kini hari-hari para pemuda di seluruh negri itu berubah menjadi lebih cerah dan semakin cerah dari hari-hari yang pernah mereka lalui. Mereka pun menjaga dan merawat biji itu pun dengan penuh kesunguhan. Maka di pasar-pasar, di jalan-jalan, di mana saja, selalu terdengar perbincangan tentang tanaman mereka masing-masing. Mereka saling bercerita bahwa biji dari Padaku raja milik saya telah mulai bertunas, lalu ada pula yang bercerita yang telah tumbuh.

Namun ada seorang pemuda yang bernama Sidik, hanya bisa diam dan mendengarkan perbincangan teman-temannya yang sedang saling membanggakan sebuah biji yang telah tumbuh. Sidik merasa tidak perlu ada yang disampaikan dari dirinya, karena memang biji tumbuhan yang ada pada dirinya masih utuh tak bergerak, tanpa perubahan seperti semula. Sebulan telah berlalu, para pemuda sudah semakin bangga dengan biji tanaman yang mereka rawat dan jaga. Masing-masing dari mereka sudah mulai saling memamerkan hasil karya mereka. Mereka bangga dengan biji yang mereka rawat telah berubah menjadi sebuah tumbuhan yang indah. Batangnya sudah mulai menguat, daunnya sudah mulai terlihat indah dan tentunya tanaman itu menjadi kokoh di atas potnya. Semua bercerita indah dan penuh kebanggaan.

Namun lagi-lagi tidak dengan Shidik. Ia hanya bisa tertunduk malu kala ditanyakan tentang biji tumbuhan miliknya. Karena tidak ada yang bisa diceritakan dan dibanggakan. Biji tumbuhan miliknya masih saja begitu tak berubah dari hari pertama. Bahkan ia pun tak mengerti apa yang terjadi dengan biji tumbuhannya itu. Bijinya masih saja tidak menunjukan perubahan sedikit pun. padahal ia telah merawatnya dengan penuh kesungguhan setiap harinya. Ia selalu menyiraminya setiap hari, membersihkannya, ia pun telah memberinya pupuk untuk biji tumbuhannya. Setiap hari begitu dan begitu, setiap saat ia selalu menjaganya. Bahkan ia tidak menyerah dan terus merawatnya. Meski tiada sedikit pun perubahan pada biji tananannya itu.

Hari terus berganti, bulan berbulan kian berlalu. Lima bulan lebih sudah dilewati. Artinya saembara akan segera berakhir. Semua pemuda akan segara burkumpul membawa hasil saembara mereka. Menghadirkan semua peserta dari seluruh negri, mereka akan menyerahkan tanaman-tanaman indah mereka. Tanaman yang dahulunya berasal sebuah biji pemberian Sang Raja. Mereka sangat menanti kedatangan hari itu. Sangat berharap bahwa mereka bisa memenangkan saembara. Hinggi tahta kerjaan jatuh ke tangannya. Tapi tidak begitu dengan Shidik. Baginya tiada yang mesti di nanti hari itu. Malah sebaliknya ia berharap hari itu tidak ada. Karena biji tanaman milikinya masih saja seperti semula. Padahal hari pengumpulan saembara akan segera datang beberapa hari lagi. Dirinya begitu tertekan karena ternyata dirinya gagal. Ia merasa gagal merawat biji tanaman itu hingga menjadi tanaman yang indah merekah dan kokoh batangnya. Ia pun sangat tertekan karena cemooh dan hinaan teman-temannya.

Akhirnya hari berakhirnya saembara telah tiba. Meski hari masih pagi para pemuda sudah bergegas pergi ke alun-alun mesjid agung kerajaan. Dengan penuh rasa bangga membawa dan memamerkan tanaman-tanaman indah yang mereka rawat. Namun Shidik tidak ikut dalam gerombolan pemuda itu. Pemuda ini hanya duduk termenung di rumahnya. Ia duduk kaku sambil memandangi biji tanamanya yang tidak berubah sedikit pun. biji yang tetap tergeletak di atas tanah dalam sebuah pot.

“Kenapa kamu belum berangkat ke kerajaan, Anakku?” Ibunda Shidik menugurnya.
“Tidak, Bu!”
“Bukankah kawan-kawanmu sudah berangkat sejak pagi tadi?”
“Shidik tidak tahu itu, Bu. Shidik pun tidak akan berangkat ke sana.”
“Kenapa anakku?"
"Coba Ibunda perhatikan itu!” Shidik sambil menunjuk ke arah biji tanaman miliknya yang tidak ada perubahan sedikit pun.
“Ya, Nak, Ibu sudah memperhatikannya setiap hari. Lalu apa yang menyebabkan kamu tidak mau pergi dengan tanamanmu itu?”
“Ibunda, apalagi yang bisa Shidik harapkan dari biji kecil yang teronggok di atas pot itu? Shidik pasti kalah dalam saembara itu. Shidik akan dicemooh dan dihina seperti hari yang sudah berlalu oleh semua orang. Shidik malu Ibu. Shidik pun takut jika baginda raja akan murka nantinya,” ia menumpahkan segala rasanya pada Ibunda yang ia cintai.
“Astagfirullah, Nak! Mengapa kamu berbicara seperti seorang pengecut anakku. Kamu tidak boleh seperti itu. Kamu harus tetap pergi ke kerajaan dengan membawa hasil usahamu ini. Kamu jangan mengkhianati baginda raja. Bukankah Raja berpesan agar kembali membawanya pada hari ini. itu amanah anakku, dan kamu harus memenuhi amanat itu. Engkau juga jangan mendahului Allah dengan mengatakan pasti akan kalah. Semua urusan Allah yang mengurusnya.” Ibunda Shidik mencerahkan anaknya yang tengah berkecamuk.
“Lalu apa yang harus Shidik lakukan, Bu?”
“Bawalah hasil usahamu ke kerajaan hari ini juga, Anakku! Serahkanlah hasil ini pada raja. Sungguh ibunda tahu kamu telah berusaha dengan penuh kesungguhan, maka biarlah Allah yang menentukannya. Manusia hanya bisa berusaha dan hasil itu urusan Allah anakku. Engkau telah berusaha keras dan janganlah engkau khianati usahamu itu. Janganlah engkau malu dengan apa yang kamu dapat dari usahamu. Karena usahamu itu bukanlah maksiat kepada Allah. Jika engkau bermaksiat dan berdosa, maka pantaslah engkau malu. Lekas pergilah anaku, jadi seorang kesatria yang bertanggung jawab. Jangan engkau lari dari masalahmu. Janganlah engkau berkhianat dengan amanah. Pergilah sekarang juga. Dan pulanglah dengan kabar yang penuh keberkahan.”

Setelah dibujuk oleh ibunya Shidik pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke kerajaan dengan membawa buah pekerjaannya selama enam bulan. Sebuah biji tanaman yang masih sama seperti waktu pertama kali ia dapatkan. Tapi ia sudah tidak peduli dengan hal itu. Ia sudah berfikir, inilah hasil pekerjaannya dan dirinya harus mempertanggungjawabkan di depan raja apapun resikonya. Sementara itu di alun-alun kerajaan sudah sangat ramai. Para pemuda saling bercerita kisah saembaranya. Mereka juga saling berbangga dengan hasil karya usahanya. Sementara sang raja terus memperhatikan satu persatu tanaman yang sedang dipamerkan di hadapannya. Tanaman yang indah dan kokoh. Semua sudah naik ke atas pendopo untuk memamerkan di depan raja, beberapa saat lagi akan diumumkan pemenang saembara terbesar ini.

Shidik bergegas menyela dan melewati kerumunan peserta saembara dengan pot kosong berbiji kecil di tangannya. Akhirnya Shidik pun berhasil sampai ke pendopo kerjaan. Ia bergegas naik untuk menyerahakan hasil pekerjaanya di hadapan raja. Seketika itu seluruh pemuda dan petugas kerajaan tertawa terbahak-bahak melihat Shidik membawa pot kosong dan menyerahkan kepada sang raja. Diantara mereka pun ada yang mencemooh Shidik. Tapi Shidik sudah siap dengan kejadian yang akan menimpanya itu. Maka ia pun tidak terlalu menghinraukannya. Lain halnya dengan Sang Raja. Ia langsung berkata dengan keras dan geram.

“Diam kalian semua!”
Seluruh orang yang hadir pun menjadi terdiam.
“Apa yang kalian sedang tertawakan?” tanya raja semakin geram. Tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan raja. Shidik pun ikut terdiam dan menunduk di atas pendopo.
“Bawalah hasil pekerjaanmu padaku, Wahai pemuda!”
“Ampun paduka raja. Inilah hasil pekerjaan hamba selama enam bulan, dan hari ini hamba serahkan penuh dengan kepasrahan.”
“Kenapa masih berbentuk biji seperti semula? Tidakkah engkau merawatnya?”
“Ampun paduka, hamba telah merawat dan menjaganya setiap hari. Namun itulah hasilnya. Ia masih saja sebiji tanaman seperti waktu pertama hamba bawa enam bulan yang lalu. Hamba serahkan ini sebagai tanggung jawab hamba.”

Lalu Sang raja pun berdiri dan mengambil pot yang sidik serahkan. Beliau perhatikan dengan seksama dan penuh ketelitian. Setelah itu raja kembali memanggil Shidik dan meraih tangannya. Diajaknya Shidik berdiri di samping raja. Hati shidik pun bergetar, ia mulai merasa takut, ia menduga-duga apa yang akan raja perbuat. Apakah raja telah menjadi murka padanya?
“Siapa namamu wahai pemuda?” tanya raja sambil memegangi pundak Shidik.
“Nama hamba Shidik, Paduka Raja.”
“Aku tetapkan bahwa engkau Shidik pemenang saembara ini. Engkaulah juara sejati. Tak lama lagi akan segera kuserahkan tahta kerajaan ini padamu.”

Mendengar perkataan raja Shidik dan semua hadiri kaget. Mereka heran dengan apa yang raja katakan. Mereka pun tidak mengerti mengapa Shidik yang gagal yang menjadi pemenangnya? Melihat hal itu sang raja sudah mengerti dengan apa yang ada dibenak semua orang. Maka raja pun kembali berbicara dengan terus menggandeng Shidik sang juara.

“Shidiklah pemuda yang Aku cari. Dia juara sejati, kesatria yang akan memimpin kalian kelak. Aku sudah mendapatkan manusia terbaik di negri Baldatun thoyibah ini. Kalian tahu mengapa Shidiklah yang menjurainya? Ketahuilah hanya Shidik yang jujur dan tidak berdusta. Hanya sidiklah yang bertanggung jawab pada amanah. Dan hanya Shidiklah yang mememiliki keberanian yang luar biasa. Dia telah berjuang dengan ikhlas. Ketahuilah biji tanaman yang Aku berikan enam bulan yang lalu adalah biji yang sudah aku rebus. Dan itu tidak akan mungkin bisa tumbuh dan hidup. Kalian semua berdusta dengan menukarnya dengan biji yang lain agar bisa tumbuh dengan indah. Dan itu aku yakin karena kalian berambisi menjadi raja. Dan kalian tempuh dengan kedustaan dan berbuat curang. Hanya ada satu pemuda yang jujur dan tidak menukarnya dengan biji lain. dan itu adalah Shidik. Ia pun pun seorang pemuda yang pemberani. Mengapa? Mungkin saja banyak pemuda yang jujur dan tidak menukar biji yang aku berikan dengan biji yang lain. Namun hanya Shidik yang berani datang dengan segala resiko yang akan ia hadapi. Ia sudah berikhtiar maka ia datang dengan penuh ketawakalan kepada Allah. Maka pantaslah ia menjadi raja meneruskan tahtaku ini.”

Semua orang pun tertunduk malu. Shidik pun bersyukur kepada Allah dengan sujud harunya. Lalu ia pun pulang kepada ibundanya dengan membawa kabar yang penuh dengan keberkahan. 

-------TAMAT---------

Pesan apa yang bisa kita ambil dari kisah ini? Yuk tuliskan di komentar.

No comments:

Post a Comment

Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)