Bissmillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahi wa ‘ala ni’matihi.
Sahabat muslim, alhamdulillah pada kesempatan kali ini, kita masih diberi banyak nikmat oleh Alloh Swt. Salah satunya adalah nikmat keluangan waktu. Dengan nikmat waktu itu, alhamdulillah kita masih bisa mengkaji lagi hal-hal yang sangat berkaitan dengan dienul Islam. Yang mana hal itu sangat penting bagi kita semua, agar ilmu kita bertambah dari hari ke hari. Dan dengan begitu, kita akan semakin mantab dalam amalan Iman dan Islam kita dalam kehidupan sehari-hari.
Sahabat Muslim Ramadhan semakin dekat, setelah habis sa’ban maka tibalah Ramadhan. Bulan ampunan dan bulan penuh berkah. Banyak pula pernak-pernik, rupa-rupa, dan macam-macam tradisi yang menyertainya. Salah satunya adalah meminta maaf sebelum memasuki bulan Ramadhan. Ya, tradisi yang sangat lekat bagi kita semua. Kalau di daerah ibu saya (Sunda) dikenal dengan nama Kuramasan, maksudnya berkeramas atas dosa dan salah kita selama sebelas bulan dengan meminta maaf kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. Hal itu dikhawatirkan, takutnya kita berbuat salah kepada orang tersebut. Begitulah tradisi meminta maaf (kuramasan) yang telah mentradisi dan dianggap harus oleh sebagian orang.
Lalu bagaimana kedudukan hukumnya?
Jawab saya, Wallohu ‘alam. Karena saya bukanlah seorang mufti yang berkewanangan mengeluarkan fatwa atau hukum ketetapan. Hanya saja saya Insya Alloh coba meninjau dari segi dalil-dalilnya dan history (sejarah), mengapa bisa ada taradisi itu bisa ada, mendarah daging, bahkan menjadi sebuah keharusan.
Mengapa saya sebut meminta maaf sebelum Ramadhan itu tradisi?
Karena memang itu bukan sunnah yang ada dalam ajaran Islam. Dan hal itu hanya sebuah kebiasaan di suatu daerah yang terjaga secara turun menurun (mungkin begitulah defenisi tradisi). Dan akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan kali ini.
Baiklah mari kita mulai meninjau tradisi meminta maaf sebelum Ramadhan.
Menurut hemat saya, sesuatu itu tidak mungkin ada jika tanpa sebab. Atau kata lain ada akibat karena ada sebabtnya. Begitu pun juga dengan tradisi yang sedang kita perbincangkan ini, pasti ada sebab dan musababnya.
Lalu apa sebabnya? Di mana, kapan dan siapa yang memulainya? Ada yang tahu?
Begini sahabat muslim, begitu penasarannya saya dengan sejarah ini, maka saya pun berusaha mencari infonya. Yang pertama-tama tentunya menanyakan dalil dan keterangan kepada teman-teman saya yang menjalankan tradisi ini. Hampir di setiap kesempatan saya tanyakan, offline ataupun online. Namun, sayang saya belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Alias tidak ada dalil yang qoth’i yang beliau-beliau jelaskan terkait dengan mestinya meminta maaf sebelum memasuki Ramadhan. Dan jawaban standarnya mentok pada kata, “kan meminta maaf ga ada salahnya!”
Saya pun tidak mau mendebat lagi. Akhirnya saya pun coba bertanya Mbah yang sangat pakar dalam menjawab pertanyaan. Istilahnya sekali bertanya ribuan jawaban beliau hadirkan. Ya, siapa lagi kalau bukan Mbah Google. Hehehehe!
Saya pun mulai memasukan beberapa keyword (kata kunci) untuk menemukan jawaban yang diinginkan. Well done… Masya Alloh! (artinya apa ya?). Saya mendapatkan beberapa jawaban yang masuk nominasi untuk saya kaji dan teliti lagi. Jawaban yang saya cari, berasal dari sebuah forum yang sedang membahas masalah ini (sayang saat itu saya lupa tidak mencoppy URLnya). Jawaban yang saya cari berasal dari seorang penanya
Berikut kutipan pertanyaan seputar sebelum Ramadhan tentang bermaafan.
"Saya mau tanya bagaimana derajat hadits di bawah ini, yang biasanya dijadikan dalil untuk berma'afan sebelum Ramadhan.
Ketika Rasullullah sedang berhotbah pada suatu Sholat Jum'at (dalam bulan Sya'ban), beliau mengatakan Aamin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Aamin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Aamin sampai tiga kali. Ketika selesai sholat jum'at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: "ketika aku sedang berhotbah, datanglah Malaikat Zibril dan berbisik, hai Rasullullah aamin-kan do'a ku ini," jawab Rasullullah.
Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb: "Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada).
Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri.
Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasullahpun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali.
Alhamdulillah akhirnya dapat juga jawaban yang kuat untuk dijadikan dalil. Dan akhirnya saya mendapatkan juga sisi histories dari tradisi di kehidupan kita ini. Ternyata dari sinilah tradisi ini dimulai.
Oh ya, mengapa saya sebut dalilnya kuat? Karena melampirkan sebuah dalil yang berasal dari sebuah hadits. Tapi jangan cepat puas dan manut begitu saja. Nah, sekarang tugas kita adalah meninjau bagaimana kedudukan hadits tersebut dan bagaimana sarah lengkapnya.
Baiklah, yuk kita mulai meninjau hadits di atas!
Dari info yang ada dalam forum tersebut, hadits di atas bisa kita temukan dalam kitab Sifat Shaum Nabi yang disusun oleh Syekh Salim Bin Ied Al-Hilaly dan Syekh Ali Hasan Bin Abudul Hamid. Dan setelah ditinjau dan diperhatikan ternyata terdapat sesuatu yang agak membingungkan. Apa itu? Redaksi hadits yang ditulis oleh penanya di atas jauh berbeda dengan maksud maksud yang terkandung di dalam hadits tersebut.
Agar lebih jelasnya, mari kita lihat hadits lain yang semisal dengan redaksi hadits yang ditulis di atas. Hadits berikut datangnya melalui jalan Abu Hurairah :
(bahwasanya) Rasulullah SAW pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda. "Artinya : Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."
Hadit di atas bisa kita temukan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah 3/ 192, Musnad Ahmad 2/246 dan 245, serta dalam kitab Imam Bayhaqi 2/204. Adapun asalnya hadits tersebut dalah kitab Shohih muslim 4/1978.
Atau jika sahabat muslim ingin melihat hadits yang senda, namun diriwatkan oleh sahabat lain. Sahabat muslim bisa melihatnya dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin.
Dan ketika cari-cari lagi hadits yang semisal ternya ada yang lebih panjang dan lebih rinci. Dalil tersebut didapatkan dari buku Birrul Walidain oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin".
Nah sahabat muslim, sekarang sudah menyaksikan langsungkan hadits versi lengkapnya. Hadits tersebut menyatakan bahwa Celaka bagi seorang yang keluar dari bulan Ramadhan, namun orang tersebut tidak Alloh ampuni dosa-dosanya. Ya, memang benarkan kalau orang yang tidak Alloh ampuni dosanya maka akan celaka dan tercebur ke neraka. Bukahkah begitu?
Intinya maksud ucapan Malaikat Jibriel, menekankan agar umat Islam bersungguh-sungguh dalam menalankan ibadah Ramadhan den memohon ampun sebanyak-banyaknya. Suapaya dosa-dosanya diampuni oleh Alloh Swt. Karena pintu ampunan pada bulan Ramadhan Alloh bukakan seluas-luasnya. Berikut dalilnya,
"Siapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka celaka dan merugilah orang-orang yang keluar dari bulan Ramadhan sementara dosa-dosanya yang telah lalu masih menumpuk dan tidak diampuni. Padahal ia telah melewati masa yang sungguh mulia dan bisa menjadi sarana untuk memohon ampun.
Nah, begitulah maksud hadits yang diajukan oleh penanya tadi. Dan hadits tersebut tidak ada hubungannya dengan meminta maaf sebelum Ramadhan kepada orang-orang disekitar. Akan tetapi, maksudnya menekankan agar kita memohon ampunan kepada Alloh dengan sungguh-sungguh.
Alhamdulillah, pertanyaan yang mengawang-ngawang sejak lama, akhirnya terselesaikan juga.
Lalu pertanyaan berlanjut. Bagaimana hukumnya bagi orang-orang yang konsisten dan istiqomah dengan tradisi ini? Sementara tidak ada dalil yang memerintahakannya. Dan di sisi lain bukankah meminta maaf itu baik dan bagus?
Sekali lagi, saya tegaskan saya bukanlah seorang mufti yang berhak mengeluarkan fatwa atau menghukumi realita yang sedang kita hadapi. Namun, saya berusaha meninjau, dengan mengambil nash-nash yang ada dalam Al-Quran dan Hadits-hadits yang shohih.
Baiklah, setelah selesai kita membahas history dari tradisi meminta maaf sebelum Ramadhan (yang ternyata salah menafsirkan redaksi). Maka pembahasan kita agak sedikit bergeser ke hal intinya kata MINTA MAAF?
Sebab kata ini yang menjadi kunci apa yang kita bahas sekarang ini. Kan katanya bagus meminta maaf itu. Ya, saya sepakat memang bagus. Tapi yang kita bahas bukan bagus atau tidak bagusnya. Yang akan kita tinjau adalah bagaimana hal tersebut dalam Islam.
Setelah saya coba kembali ubek-ubek Al-Quran dan kitab-kitab hadits, saya agaknya sulit menemukan kata meminta maaf. Sebab dalil-dalil Al-Quran dan hadits yang saya temukan kebanyakan meruapakan anjuran untuk memaafkan. Contoh dalil-dali di bawah ini :
Jadilah engkau pema”af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma”ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(QS. Al-A”raf: 199).
Dan
Dan hendaklah mereka mema”afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nuur: 22)
Lalu,
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema”afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.(QS. Asy-Syura: 40). Apa yang kita simpulakan dari beberapa keterangan Al-Quran di atas? Tentunya kita bisa mengambil kesimpulkan bahwa kita sebagai muslim, mestilah lebih dahulu kita memaafkan orang yang berbuat salah kepada kita walau pun orang tersebut belum meminta maaf. Itulah ciri dari akhlak mulia seorang muslim, yang selalu ikhlas dan memaafkan kesalahan orang lain.
Atau jika kita lihat hadits :
Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Raslullah SAW bersabda, "Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling bermusuhan, jangan saling hasud. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya di atas tiga hari. (HR Muttafaq ''alaihi)
Ini adalah hadits shohih riwayat Imam Bukhari dan Muridnya Imam Muslim yang sudah tidak diragukan lagi keshohihannya Haram bagi kita bermusuhan atau sekedar diem-dieman atau lebih kerennya lagi perang dingin (eh, atau adu diem ya? Enggak taulah pilih saja, hhe) dengan saudara kita.
Lalu dalam sarah kitab subulus salam yang menjelaskan hadits tersebut, ketika sahabat bertanya sipakah yang lebih mulia dari kedua orang yang sedang bermushan? Jawab Rasul, Dialang yang mengucapkan salam terlebih dahulu. Artinya dialah yang lebih dahulu bisa memaafkan dan mengikhlasankan hatinya.
Bagaimana sahabat muslim, sudah cukup jelaskan anjuran yang ada dalam Islam? Yang mana kita harus saling memaafkan dan lebih mulia memaafkan segala kesalahan orang lain. Dan itu tidak terbatas atau dibatasi oleh keadaan dan waktu. Artinya kapan pun di mana pun, kalau bisa harus setiap saat. Begitulah Akhlaq ang Islam ajarkan.
Dan kalau mau meminta maaf itu syah-syah saja karena tidak ada larangannya.
Masalahnya bagaimana jika meminta maaf itu selalu saja dikhususkan dan kaitkan-kaitkan dengan ibadah yang sudah mahdhoh (sudah ada ketetapan syarat dan rukunnya).
Naah, yang seperti itu yang tidak boleh. Kenapa? Karena ada Qoidah Ushul menyatakan Bahwa tidak boleh mengkhususkan yang Umum. Maksudnya sesuatu yang sifatnya umum kebolehannya kemudian kita khususkan dan mestikan. Atau ditambah embel-embel pahala ini dan itu, atau yang lebih dahsyat dari itu. Itu yang tidak boleh.
Sebagai contoh kasus meminta maaf sebelum Ramadhan. Artinya itukan dikhususkan dan sangkut pautkan dengan Ramadhan. Seolah satu paket atau syarat saat memasuki Ramadhan. Padalah meminta maaf sifatnya umum dalam kebolehannya. Yang boleh dilakukan kapan saja.
Dan satu lagi, hal itu menambah-nambah dalam ibadah Mahdoh. Karena Shaum Ramdhan merupakan Ibadah yang mahdoh yang sudah diatur syarat dan rukunnya. Seperti syarat masuknya ramadhon adalah terbitnya hilal (tanggal satu). Sebagaimana hadits nabi :
“Shaumlah kamu, karena melihat hilal (tanggal 1), dan Berbukalah (lebaran) kamu karena melihat hilal (tanggal 1) .” HR. Muslim.
Jadi itulah sarat dan ritual sebelum memasuki Ramdhan (dimana tidak mesti semua orang si suatu negri melihat hilal, akan tetepi cukup ada salah seorang saja).
Maka bathilah jika memasukan meminta maaf sebelum ramdhan sebagai keharusan, atau kebiasan yang membuat diri kita merasa berdosa (atau kuarang afdhol) jika tidak meminta maaf.
Lalu apa kesimpulan saya, tentang meminta maaf sebelum ramdhan?
Pertama :
Saya memandang boleh-boleh saja jika meminta maafnya itu tidak disangkutpautkan dengan Ramdhan.
Kenapa saya berkesimpulan begitu? Karena tidak ada dalil yang melarang nya.
Sebagaimana qoidah Ushul,
“Al-Aslu fil Ahya-i Al-ibahah, hatta yakuuna dalilu litahrimiha,” Artinya asal dalam urusan dunia itu adalah boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya.
Maaf memaafkan salah satu hablum minnanas (urusan sesama manusia) artinya urusan kedunian. Dan saya tidak mendapatkan dalil yang melarang untuk meminta maaf.
Kedua :
Namun jika meminta maafnya itu dikhususkan dan disangkut pautkan dengan ramadhan itulah yang tidak boleh. Seperti yang saya sebutkan dalil-dalilnya pada penjelasn di atas. Salah satunya adalah Qoidah ushul yang menyatakan “Tidak boleh mekhususkan sesuatu yang Umam menjadi khusus.” Atau menambah-namah dalam hal syarat dan rukun Ibadah.
Catatan ^_^ V :
Marilah kita selalu memaafkan orang-orang yang berbuat salah kepada kita, meski pun orang tersebut tidak meminta maaf. Sebab seorang pemaaf itu berhati mulia.
Alhamdulillah sahabat muslim semua. Begitulah apa yang bisa saya paparkan. Mohon dimaafkan jika ada yang tidak berkenan. Dan mohon diingatkan jika ada hal-hal yang tidak sejalan dengan ketetap Al-Quran dan sunnah. Karena saya masih butuh banyak belajar dan ilmu itu luas.
Aquulu Qawliy Hadza. Wastagfirulloha Liy Walakum. Waawfu minkum. Walhamdulillah Hirabbil ‘Alamin.
Sahabat muslim, alhamdulillah pada kesempatan kali ini, kita masih diberi banyak nikmat oleh Alloh Swt. Salah satunya adalah nikmat keluangan waktu. Dengan nikmat waktu itu, alhamdulillah kita masih bisa mengkaji lagi hal-hal yang sangat berkaitan dengan dienul Islam. Yang mana hal itu sangat penting bagi kita semua, agar ilmu kita bertambah dari hari ke hari. Dan dengan begitu, kita akan semakin mantab dalam amalan Iman dan Islam kita dalam kehidupan sehari-hari.
Sahabat Muslim Ramadhan semakin dekat, setelah habis sa’ban maka tibalah Ramadhan. Bulan ampunan dan bulan penuh berkah. Banyak pula pernak-pernik, rupa-rupa, dan macam-macam tradisi yang menyertainya. Salah satunya adalah meminta maaf sebelum memasuki bulan Ramadhan. Ya, tradisi yang sangat lekat bagi kita semua. Kalau di daerah ibu saya (Sunda) dikenal dengan nama Kuramasan, maksudnya berkeramas atas dosa dan salah kita selama sebelas bulan dengan meminta maaf kepada orang-orang yang ada di sekitar kita. Hal itu dikhawatirkan, takutnya kita berbuat salah kepada orang tersebut. Begitulah tradisi meminta maaf (kuramasan) yang telah mentradisi dan dianggap harus oleh sebagian orang.
Lalu bagaimana kedudukan hukumnya?
Jawab saya, Wallohu ‘alam. Karena saya bukanlah seorang mufti yang berkewanangan mengeluarkan fatwa atau hukum ketetapan. Hanya saja saya Insya Alloh coba meninjau dari segi dalil-dalilnya dan history (sejarah), mengapa bisa ada taradisi itu bisa ada, mendarah daging, bahkan menjadi sebuah keharusan.
Mengapa saya sebut meminta maaf sebelum Ramadhan itu tradisi?
Karena memang itu bukan sunnah yang ada dalam ajaran Islam. Dan hal itu hanya sebuah kebiasaan di suatu daerah yang terjaga secara turun menurun (mungkin begitulah defenisi tradisi). Dan akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan kali ini.
Baiklah mari kita mulai meninjau tradisi meminta maaf sebelum Ramadhan.
Menurut hemat saya, sesuatu itu tidak mungkin ada jika tanpa sebab. Atau kata lain ada akibat karena ada sebabtnya. Begitu pun juga dengan tradisi yang sedang kita perbincangkan ini, pasti ada sebab dan musababnya.
Lalu apa sebabnya? Di mana, kapan dan siapa yang memulainya? Ada yang tahu?
Begini sahabat muslim, begitu penasarannya saya dengan sejarah ini, maka saya pun berusaha mencari infonya. Yang pertama-tama tentunya menanyakan dalil dan keterangan kepada teman-teman saya yang menjalankan tradisi ini. Hampir di setiap kesempatan saya tanyakan, offline ataupun online. Namun, sayang saya belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Alias tidak ada dalil yang qoth’i yang beliau-beliau jelaskan terkait dengan mestinya meminta maaf sebelum memasuki Ramadhan. Dan jawaban standarnya mentok pada kata, “kan meminta maaf ga ada salahnya!”
Saya pun tidak mau mendebat lagi. Akhirnya saya pun coba bertanya Mbah yang sangat pakar dalam menjawab pertanyaan. Istilahnya sekali bertanya ribuan jawaban beliau hadirkan. Ya, siapa lagi kalau bukan Mbah Google. Hehehehe!
Saya pun mulai memasukan beberapa keyword (kata kunci) untuk menemukan jawaban yang diinginkan. Well done… Masya Alloh! (artinya apa ya?). Saya mendapatkan beberapa jawaban yang masuk nominasi untuk saya kaji dan teliti lagi. Jawaban yang saya cari, berasal dari sebuah forum yang sedang membahas masalah ini (sayang saat itu saya lupa tidak mencoppy URLnya). Jawaban yang saya cari berasal dari seorang penanya
Berikut kutipan pertanyaan seputar sebelum Ramadhan tentang bermaafan.
"Saya mau tanya bagaimana derajat hadits di bawah ini, yang biasanya dijadikan dalil untuk berma'afan sebelum Ramadhan.
Ketika Rasullullah sedang berhotbah pada suatu Sholat Jum'at (dalam bulan Sya'ban), beliau mengatakan Aamin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Aamin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Aamin sampai tiga kali. Ketika selesai sholat jum'at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: "ketika aku sedang berhotbah, datanglah Malaikat Zibril dan berbisik, hai Rasullullah aamin-kan do'a ku ini," jawab Rasullullah.
Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb: "Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada).
Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri.
Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasullahpun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali.
Alhamdulillah akhirnya dapat juga jawaban yang kuat untuk dijadikan dalil. Dan akhirnya saya mendapatkan juga sisi histories dari tradisi di kehidupan kita ini. Ternyata dari sinilah tradisi ini dimulai.
Oh ya, mengapa saya sebut dalilnya kuat? Karena melampirkan sebuah dalil yang berasal dari sebuah hadits. Tapi jangan cepat puas dan manut begitu saja. Nah, sekarang tugas kita adalah meninjau bagaimana kedudukan hadits tersebut dan bagaimana sarah lengkapnya.
Baiklah, yuk kita mulai meninjau hadits di atas!
Dari info yang ada dalam forum tersebut, hadits di atas bisa kita temukan dalam kitab Sifat Shaum Nabi yang disusun oleh Syekh Salim Bin Ied Al-Hilaly dan Syekh Ali Hasan Bin Abudul Hamid. Dan setelah ditinjau dan diperhatikan ternyata terdapat sesuatu yang agak membingungkan. Apa itu? Redaksi hadits yang ditulis oleh penanya di atas jauh berbeda dengan maksud maksud yang terkandung di dalam hadits tersebut.
Agar lebih jelasnya, mari kita lihat hadits lain yang semisal dengan redaksi hadits yang ditulis di atas. Hadits berikut datangnya melalui jalan Abu Hurairah :
(bahwasanya) Rasulullah SAW pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda. "Artinya : Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."
Hadit di atas bisa kita temukan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah 3/ 192, Musnad Ahmad 2/246 dan 245, serta dalam kitab Imam Bayhaqi 2/204. Adapun asalnya hadits tersebut dalah kitab Shohih muslim 4/1978.
Atau jika sahabat muslim ingin melihat hadits yang senda, namun diriwatkan oleh sahabat lain. Sahabat muslim bisa melihatnya dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin.
Dan ketika cari-cari lagi hadits yang semisal ternya ada yang lebih panjang dan lebih rinci. Dalil tersebut didapatkan dari buku Birrul Walidain oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin".
Nah sahabat muslim, sekarang sudah menyaksikan langsungkan hadits versi lengkapnya. Hadits tersebut menyatakan bahwa Celaka bagi seorang yang keluar dari bulan Ramadhan, namun orang tersebut tidak Alloh ampuni dosa-dosanya. Ya, memang benarkan kalau orang yang tidak Alloh ampuni dosanya maka akan celaka dan tercebur ke neraka. Bukahkah begitu?
Intinya maksud ucapan Malaikat Jibriel, menekankan agar umat Islam bersungguh-sungguh dalam menalankan ibadah Ramadhan den memohon ampun sebanyak-banyaknya. Suapaya dosa-dosanya diampuni oleh Alloh Swt. Karena pintu ampunan pada bulan Ramadhan Alloh bukakan seluas-luasnya. Berikut dalilnya,
"Siapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka celaka dan merugilah orang-orang yang keluar dari bulan Ramadhan sementara dosa-dosanya yang telah lalu masih menumpuk dan tidak diampuni. Padahal ia telah melewati masa yang sungguh mulia dan bisa menjadi sarana untuk memohon ampun.
Nah, begitulah maksud hadits yang diajukan oleh penanya tadi. Dan hadits tersebut tidak ada hubungannya dengan meminta maaf sebelum Ramadhan kepada orang-orang disekitar. Akan tetapi, maksudnya menekankan agar kita memohon ampunan kepada Alloh dengan sungguh-sungguh.
Alhamdulillah, pertanyaan yang mengawang-ngawang sejak lama, akhirnya terselesaikan juga.
Lalu pertanyaan berlanjut. Bagaimana hukumnya bagi orang-orang yang konsisten dan istiqomah dengan tradisi ini? Sementara tidak ada dalil yang memerintahakannya. Dan di sisi lain bukankah meminta maaf itu baik dan bagus?
Sekali lagi, saya tegaskan saya bukanlah seorang mufti yang berhak mengeluarkan fatwa atau menghukumi realita yang sedang kita hadapi. Namun, saya berusaha meninjau, dengan mengambil nash-nash yang ada dalam Al-Quran dan Hadits-hadits yang shohih.
Baiklah, setelah selesai kita membahas history dari tradisi meminta maaf sebelum Ramadhan (yang ternyata salah menafsirkan redaksi). Maka pembahasan kita agak sedikit bergeser ke hal intinya kata MINTA MAAF?
Sebab kata ini yang menjadi kunci apa yang kita bahas sekarang ini. Kan katanya bagus meminta maaf itu. Ya, saya sepakat memang bagus. Tapi yang kita bahas bukan bagus atau tidak bagusnya. Yang akan kita tinjau adalah bagaimana hal tersebut dalam Islam.
Setelah saya coba kembali ubek-ubek Al-Quran dan kitab-kitab hadits, saya agaknya sulit menemukan kata meminta maaf. Sebab dalil-dalil Al-Quran dan hadits yang saya temukan kebanyakan meruapakan anjuran untuk memaafkan. Contoh dalil-dali di bawah ini :
Jadilah engkau pema”af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma”ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(QS. Al-A”raf: 199).
Dan
Dan hendaklah mereka mema”afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nuur: 22)
Lalu,
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema”afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.(QS. Asy-Syura: 40). Apa yang kita simpulakan dari beberapa keterangan Al-Quran di atas? Tentunya kita bisa mengambil kesimpulkan bahwa kita sebagai muslim, mestilah lebih dahulu kita memaafkan orang yang berbuat salah kepada kita walau pun orang tersebut belum meminta maaf. Itulah ciri dari akhlak mulia seorang muslim, yang selalu ikhlas dan memaafkan kesalahan orang lain.
Atau jika kita lihat hadits :
Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Raslullah SAW bersabda, "Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling bermusuhan, jangan saling hasud. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya di atas tiga hari. (HR Muttafaq ''alaihi)
Ini adalah hadits shohih riwayat Imam Bukhari dan Muridnya Imam Muslim yang sudah tidak diragukan lagi keshohihannya Haram bagi kita bermusuhan atau sekedar diem-dieman atau lebih kerennya lagi perang dingin (eh, atau adu diem ya? Enggak taulah pilih saja, hhe) dengan saudara kita.
Lalu dalam sarah kitab subulus salam yang menjelaskan hadits tersebut, ketika sahabat bertanya sipakah yang lebih mulia dari kedua orang yang sedang bermushan? Jawab Rasul, Dialang yang mengucapkan salam terlebih dahulu. Artinya dialah yang lebih dahulu bisa memaafkan dan mengikhlasankan hatinya.
Bagaimana sahabat muslim, sudah cukup jelaskan anjuran yang ada dalam Islam? Yang mana kita harus saling memaafkan dan lebih mulia memaafkan segala kesalahan orang lain. Dan itu tidak terbatas atau dibatasi oleh keadaan dan waktu. Artinya kapan pun di mana pun, kalau bisa harus setiap saat. Begitulah Akhlaq ang Islam ajarkan.
Dan kalau mau meminta maaf itu syah-syah saja karena tidak ada larangannya.
Masalahnya bagaimana jika meminta maaf itu selalu saja dikhususkan dan kaitkan-kaitkan dengan ibadah yang sudah mahdhoh (sudah ada ketetapan syarat dan rukunnya).
Naah, yang seperti itu yang tidak boleh. Kenapa? Karena ada Qoidah Ushul menyatakan Bahwa tidak boleh mengkhususkan yang Umum. Maksudnya sesuatu yang sifatnya umum kebolehannya kemudian kita khususkan dan mestikan. Atau ditambah embel-embel pahala ini dan itu, atau yang lebih dahsyat dari itu. Itu yang tidak boleh.
Sebagai contoh kasus meminta maaf sebelum Ramadhan. Artinya itukan dikhususkan dan sangkut pautkan dengan Ramadhan. Seolah satu paket atau syarat saat memasuki Ramadhan. Padalah meminta maaf sifatnya umum dalam kebolehannya. Yang boleh dilakukan kapan saja.
Dan satu lagi, hal itu menambah-nambah dalam ibadah Mahdoh. Karena Shaum Ramdhan merupakan Ibadah yang mahdoh yang sudah diatur syarat dan rukunnya. Seperti syarat masuknya ramadhon adalah terbitnya hilal (tanggal satu). Sebagaimana hadits nabi :
“Shaumlah kamu, karena melihat hilal (tanggal 1), dan Berbukalah (lebaran) kamu karena melihat hilal (tanggal 1) .” HR. Muslim.
Jadi itulah sarat dan ritual sebelum memasuki Ramdhan (dimana tidak mesti semua orang si suatu negri melihat hilal, akan tetepi cukup ada salah seorang saja).
Maka bathilah jika memasukan meminta maaf sebelum ramdhan sebagai keharusan, atau kebiasan yang membuat diri kita merasa berdosa (atau kuarang afdhol) jika tidak meminta maaf.
Lalu apa kesimpulan saya, tentang meminta maaf sebelum ramdhan?
Pertama :
Saya memandang boleh-boleh saja jika meminta maafnya itu tidak disangkutpautkan dengan Ramdhan.
Kenapa saya berkesimpulan begitu? Karena tidak ada dalil yang melarang nya.
Sebagaimana qoidah Ushul,
“Al-Aslu fil Ahya-i Al-ibahah, hatta yakuuna dalilu litahrimiha,” Artinya asal dalam urusan dunia itu adalah boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya.
Maaf memaafkan salah satu hablum minnanas (urusan sesama manusia) artinya urusan kedunian. Dan saya tidak mendapatkan dalil yang melarang untuk meminta maaf.
Kedua :
Namun jika meminta maafnya itu dikhususkan dan disangkut pautkan dengan ramadhan itulah yang tidak boleh. Seperti yang saya sebutkan dalil-dalilnya pada penjelasn di atas. Salah satunya adalah Qoidah ushul yang menyatakan “Tidak boleh mekhususkan sesuatu yang Umam menjadi khusus.” Atau menambah-namah dalam hal syarat dan rukun Ibadah.
Catatan ^_^ V :
Marilah kita selalu memaafkan orang-orang yang berbuat salah kepada kita, meski pun orang tersebut tidak meminta maaf. Sebab seorang pemaaf itu berhati mulia.
Alhamdulillah sahabat muslim semua. Begitulah apa yang bisa saya paparkan. Mohon dimaafkan jika ada yang tidak berkenan. Dan mohon diingatkan jika ada hal-hal yang tidak sejalan dengan ketetap Al-Quran dan sunnah. Karena saya masih butuh banyak belajar dan ilmu itu luas.
Aquulu Qawliy Hadza. Wastagfirulloha Liy Walakum. Waawfu minkum. Walhamdulillah Hirabbil ‘Alamin.
Assalamualaikum
ReplyDeleteSubhanallah bagus sekali pembahasannya akh zundi,
jarang org yang peka dan membahas hal seperti ini(atau saya-nya yg jarang nyari yg beginian ya hahaha)
tak ada manusia sempurna didunia ini yang luput dari berbuat salah dan kita tak pernah bisa membuat setiap orang selalu sesuai dengan yg kita inginkan. sikap kita untuk memaafkan setiap kesalahan orang lain sebelum orang itu minta maaf ya memang sudah keharusan kita, tapi ya hati orng berbeda2 kita ga bisa berharap setiap org berbuat yang sama kepada kita, jadi meminta maaf itu ya sebagai wujud kesadaran kita lah kalo kita memang merasa punya salah/pernah menyinggung perasaan org lain baik disengaja maupun tidak,hehe
wah kalo masalah hukum meminta maaf terlebih dalam waktu khusus sebelum Ramadhan, saya betul betul awam, ga ngerti hahaha, semoga artikel ini bisa menabah ilmu saya
tapi saya pikir ga ada salahnya semua ini dilakukan, asal niat kita lurus dan tahu hukum bahwa ga boleh menambah-nambah ibadah mahdah yang sudah jelas syarat dan hukumnya.
ya meminta maaf sebelum ramadhan bisa dijadikan sebagai salah satu cara kita untuk sekedar menyiapkan diri sebelum ramadhan, memberishkan diri dari kesalahan-kesalahan terhadap sesama manusia sebelum kita fokus ibadah kepada Allah pada bulan ramadhan.
hati org ga ada yang tahu seperti yang sudah dibahas tadi hehehe, Wallahu'alam apakah Allah ridho dengan kita dan memaafkan seluruh kesalahan kita, jika pada saat yang sama, ada saudara kita atau bahkan mungkin Orang tua kita sendiri yang merasa tersakiti atau tersinggung hatinya karena perbuatan kita dimasa lalu, baik mungkin yang disengaja maupun tidak...
jadi gimana kalo niatnya diluruskan bukan untuk menambah-nambah ibadah yang sudah ada, dan ini juga tidak kita jadikan sebagai suatu keharusan yg dilakukan sebelum ramadahan.
jika itu merupakan sebuah kebaikan walau tidak dicontohkan Rasulullah SAW kenapa ga ada salahnya juga kan dilakukan hehehe
afwan kalo banyak salah, ini cuma pandangan org awam seperti saya. mohon di koreksi hehehe, semoga bisa menjadi ilmu bermanfaat
Bauvo : itu hukum minta maafna... udah saya bahas.. boleh2 aja.. asal jgn disangkut pautin sama Ramdhan atau pun ibadah apapun...
ReplyDeletelihat lagi Kesimpulan akhir.. point pertama..
Alhamdulillah, atas perhatiannya.. heheh
antu sebarin linknya ya.
Sang Zundi, saya sudah baca posting Anda dan saya bingung dengan penjabaran hadist yang pertama dengan hadist yang ke dua (mengenai Rasulullah SAW mengatakan Amin sebanyak 3 kali) karena dua-duanya adalah hadist yang berbeda. Pada hadist yang pertama dikatakan bahwa Beliau sedang berkhutbah saat mengucapkan Amin sebanyak 3 kali. Sedangkan pada hadist yang ke dua, Beliau mengucapkan Amin sebanyak 3 kali saat Beliau akan naik mimbar.
ReplyDeleteKesimpulan saya adalah bahwa Beliau mengucapkan Amin sebanyak 3 kali tidak hanya pada dua hadist tersebut saja, kemungkinan ada hadist yang lain yang juga menerangkan Beliau pernah mengucapkan Amin sebanyak 3 kali.
Saya juga mencari informasi tentang permasalahan tersebut diatas, ini link yang bisa saya sertakan :
http://percikaniman.org/detail_artikel.php?cPub=Hits&cID=398.
@ Anonim : Alhamdulillah atas tanggapannya.
ReplyDeleteSebetulnya tidak berbeda. karena hadit itu sama bermuara pada satu sanad pertamanya disandarkan pada hadits abu huairah tersebut.... Lalu bagaimana bisa berbeda kesininya? hal itu karena penyampaian hadit kepada beberpa orang jadi terkdang ada seirang Rowi yang salah mengulang atau menangkap ucapan Rowi sebelumnya (dan itulah yang disebut dengan hadits yang lemah dalam ILMU MUSTHOLAH HADITS).
Hadits awalnya adalah yang INi :
bahwasanya) Rasulullah SAW pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda. "Artinya : Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."
tanpa tambahan apa pun. kemudian dijelaskan dalam sarahnya..Oleh masing2 perowi selanjutnya dan Imam2 Hadits lainnya.
Contoh dalam kitab Birul Walidain oleh
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin".
Nah, hadits yang pertama pun begitu (yang menjelaskan harus minta maaf sebelum ramadhan) dijelaskan dalam Sarahnya. yang mana yang dimaksud dengan sarahnya? Yang ini :
(Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb: "Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada).
Tidak berma'afan terlebih dahulu antara suami istri.
Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasullahpun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali.)
dan itulah yang dimaksud dengan sebuah kesalahan Redaksi atau mensarah Hadits oleh Syekh Salim Bin Ied Al-Hilaly dan Syekh Ali Hasan Bin Abudul Hamid.
karena hadits yang beliau sebutkan tidak ada hubungannya dengan Minta maaf setelah ditelusuri Asbabul Wurud Haditsnya (Sebab2 turunnya Hadits tersebut).
Demikian Saudaraku Anonim :D
assalamu'alaikum...
ReplyDeletesyukron akhi, atas paparannya. pertanyaan saya selama ini akhirnya sedikit terjawab juga.
saya merasa sangat bersyukur, karena akhi bisa menjelaskan semuanya dengan rinci & tidak asal jeplak.
dasar dasar hukumnya juga akhi cantumkan dengan begitu indah.
jadi intinya, meminta maaf menjelang ramadhan itu sah 2 saja, selama itu tidak dijadikan sebagai sebuah keharusan dalam menyambut ramadhan. gitu, tha??
@ Vicky Zakiyatul Fikriyah :
ReplyDeleteYah seperti itulah.. meminta maaf syah2 saja selama tidak dikaitkan dengan menyambut datang Ramadhan ...
terimakasih informasinya, jadi tambahan ilmu bagi saya yg awam
ReplyDelete@ Anonim : Sama-saa, terimakasih atas kunjungannga
ReplyDeleteassalamu'alaikum...
ReplyDeletemaaf mungkin ini agak menyimpang dari pembahasan... mungkin temen2 bisa bantu sy untuk pertanyaan saya ini... Apabila kita melakukan kesalahan kepada seseorang, kemudian kita meminta maaf kepada orang tersebut namun tidak dimaafkan seumur hidup... apakah kita berdosa di mata Allah SWT atau tidak? mohon info nya dari temen2. akan lebih baik bila dsertai dalil.. Terima kasih sebelumnya.
afwan izin copas ya...,Syukran...,
ReplyDeletefollow Blogq ya...http://rohis-facebook.blogspot.com/
sukran saudaraku atas ilmunya
ReplyDeleteUntuk didaerah saya ( jambi muara Bungo ) pun demikian. Hampir sebulan sya'ban penuh dengan acara dr rumah kerumah saling bergliiran mengadakan acara PUNGGAHAN acaranya adalah baca surat yasin bersama dan ditutup dengan salam salaman. Ini adalah tradisi bagus yg tidak bertentangan ajaran islam. Namun , setelah saya baca copasan diatas saya berkesimpulan. Perlu juga utk meluruskan sudut pandang mereka krn saya perhatikan ada suatu keharusan utk melakukan acara ini.dan ada yg bilang puasanya tdk sempurna kalo tdk saling memaafkan. Terima ksh atas copasannya. www.nasasumatra.com
ReplyDeleteTambah ilmuku...www.nasasumatra.com
ReplyDeleteNice artikel.. :)
ReplyDeleteSemoga Bermanfaat
ReplyDeleteSmg Bermanfaat
ReplyDeleteSangat Bermanfaat.. Syukran Ustadz...
ReplyDelete