Breaking

Akhir Kisah Cinta Si Joel (Bagian Tiga)


Akhir Cerita

Cerpen, Cerbung, Akhir Kisah CInta SI Joel, Cerita Sedih, Cerita Romantis, Cerita Cinta, Cerita panas, Cerpen Cinta, Cerpen Romantis, Cerpen Remaja
Akhir Kisah CInta SI Joel




Gelapnya dunia semakin pekat diselimuti keheningan. Malam terus berjalan menuju peraduannya. Menjemput singsingan sang fajar yang kelak menggantikannya. Dan Joel masih bergeletakan di bawah bayang-bayang kekesalan. Kesal karena gagal bahagia. Lunglai tengadah terlentang mendongakan kepala atas. Tangan kanannya tak mau lepas menggenggam gadget ajaib masa kininya. Semua hal bisa diakses dari benda kecil, gepeng berbentuk persegi panjang. Sesekali Joel masih terus bolak-balik menyatroni papan chat whatsapp Yanura. Entah dari mana datangnya, hatinya selalu membisikan keyakinan. Bahwa pasti akan ada balasan dari Yanura. Keyakinan tak wajar, yang menapikan fungsi nalar. Memang siapa Joel? Sampai-sampai Seorang Yanura harus membalas segala pesannya. Yanura juga tidak tahu itu pesan dari siapa. Apalagi Joel keliru, menyapa tanpa menyebutkan namanya. Ini adalah blunder fatal di langkah awal. Seharusnya itu yang dipikirkan oleh Joel. Kesopanan di atas segalanya. Menyapa tanpa memberitahu jatidiri merupakan tindakan bar-bar, primitif dan tidak terdidik. Terlebih sudah masuk ruang teramat privat. Chat personal adalah ruang privat yag seharusnya tidak  semua orang bisa seenaknya berbuat.

Sadar akan alfanya, Joel ingin segera memperbaiki kebodohannya tersebut. Tak peduli dengan waktu yang sudah di ujung peredaran malam. Matanya melirik ke arah atas layar hpnya, jam 3.10 AM. Tangannya bergetar mencengkram piranti canggih komunikasi miliknya tersebut. Tremor itu terasa semakin kencang saat jari-jarinya hendak mengentikan kata mengenalkan dirinya. Jantungnya tiba-tiba semakin berdebar kala membaca papan layar chat Yanura. Yanura sedang Online. Joel pun semakin gerogi. Ada rasa takut jika melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Nampaknya harus dipikirkan ulang apa yang disampaikan.

“Mbak Yanura mohon maaf jika Saya menggangu dan tidak sopan.” 

Joel mengirimkan permohonan maaf sebagai awal pembuka obrolan. Lalu akan disusul dengan pesan pangakuan siapa dirinya. Agar Yanura tidak merasa diganggu oleh orang iseng.  Namun belum juga selesai mengetik pesan lanjutan,

“Wa ‘alakumussalam warohmatullohi wabarokatuuh.
Ya. Gak apa2 Mas Joel.”

Tanpa diduga Yanura malah menjawab pesan dengan salam. Joel semakin bingung membisu. Terkesima tiada tara. Wanita bernama Yanura ini penuh dengan kejutan. Dia seperti manusia berbajukan misteri. Belum terjawab keanehan-keanehan sebelumnya dari wanita ini. Sekarang sudah muncul lagi, hal yang lebih mengagetkan. Dari mana Yanura tahu kalau yang mengirimi pesan adalah dirinya. Begitu pikir Joel. Nalarnya lagi-lagi tak mampu mencerna. Pikirannya membatu, tak mampu menemukan jalan dari alur ceritanya.

“Bagaimana dia bisa tepat dan yakin menuliskan nama Joel. Ah, sudahlah. Tak perlu ku pikirkan lagi sesuatu yang tidak mungkin bisa kupecahkan misterinya dengan kepalaku. Sekarang lebih baik bertanya langsung pada empunya. Pemilik segala misteri dan keanehan yang menyesaki pikiranku.” Joel berguman tak karuan menerka-nerka semua kemungkinan yang ada. Namun tak ada satu pun yang cocok dengan logika nyata.

Kok Yanura tau ini, Saya.

“Langsung sj Mas. Ada perlu apa?”

Usaha Joel menanyakan yang ada di benaknya sepertinya gagal. Yanura memang terus membalas pesan Jeol. Namun tak menjawab apa yang ditanyakan. Yanura betul-betul persis yang diceritakan Andra. Orangnya tidak suka basa-basi. Selalu to the point dalam membalas chat. Tapi bagi Joel, ini sudah jadi jalan masuk menyampaikan maksud dirinya.

“Yanura mohon maaf jika Saya sudah lancang dan ganggu kamu...
Saya memberanikan diri ngechat kamu, karena saya ingin belajar Islam seperti kamu...”

“Kamu menghubungi orang salah kalau begitu.”


“Lho ini betul kan Yanura?”
“Ya. Tapi kalau mau belajar Islam jangan ke Saya.”

“Terus harus ke siapa? Maaf saya bingung dan gak tau. Keluarga tidak ada yang mengerti Islam. Teman-teman Saya juga sama. Saya lihat mereka sama saja dengan Saya. Kamu tau kan gimana lingkaran orang-orang di sekitar Saya. Saya baru mendapatkan Islam yang berbeda itu saat ngeliat Kamu.”

“Kamu datang ke masjid dan temui ustadz belajar Islam di sana.”

"Saya tidak pernah ke masjid Yanura dan tidak punya kenalan Ustadz jg. Ya sudah mohon maaf jika memang betul-betul tidak boleh belajar Islam sama Kamu.”

Dengan perasaan berat dan kecewa Joel menimpali jawaban Yanura. Padahal dia merasa sudah menjelaskan apa adanya. Kondisi Joel memang sangat tidak mendukung untuk dirinya belajar tentang Islam. Joel sedikit merasa hilang harapan. Karena pikirnya Yanura adalah pilihan terbaik untuk dirinya belajar memperdalam tentang Islam. Apa iya harus mengakatakan pada Yanura bahwa dirinya bukan seorang muslim. Sekelebatan terlintas pikiran seperti itu dalam benaknya. Namun segera ia urungkan. Joel tidak mau tekad bulat pindah keyakinannya dijadikan alat barter dengan sebuah kedekatan. Bagi Joel jika hal itu dilakukan, sama saja dengan modus. Sementara sebuah keyakinan memeluk Islam adalah keputusan agung. Meski Yanura adalah alasan pertama dirinya tertarik dengan ketaatan Islam. Namun tetap tak sebanding. Begitulah keidealisan seorang Joel dalam bersikap membentengi niatnya. Sementara ujung tatapan Joel tidak pernah lepas dari memelototi layar ponselnya. Dengan setia Joel menunggu Yanura yang sedari tadi masih mengetik pesan.

“Begini Mas Joel. Bukan tidak boleh belajar sama Saya. Jika Mas Joel perempuan pasti dengan senang hati Kita belajar bersama setiap waktu. Namun takdirnya Saya seorang perempuan dan Mas Joel adalah laki-laki. Kita bukan mahrom. Islam melarang kita terlalu intens berkomunikasi. Karena kelak akan terjebak dalam khalwat (kondisi berudua-duan). Saat itu syetan pun akan masuk. Yang tadi niat baik belajar Islam. Akan berubah menjadi lautan kemaksiatan. Berharap sebuah pahala dari apa yang Kita lakukan, malah menjadi dosa. Saya ini manusia faqir ilmu dan iman lemah. Saya tidak akan kuat menahan semua godaan dan tipu daya Syetan. Semoga Mas Joel bisa mengerti. Dan kalau Mas Joel ingin betul-betul belajar Islam. Coba Mas Joel datang saja Ke Masjid Al Islam yang di jalan Pahlawan Bangsa depan Komplek perumahan Europa Land. Mas Joel bisa temui Ustadz Musa. Beliau paman Saya. Wassalamu’alaykum warohmatullohi wbarokatuh.”

Yanura mencoba menjelaskan dengan detail alasan penolakannya. Dengan begitu Yanura berharap Joel bisa memahami keadaannya. Bahwa dalam mencapai kebaikan itu ada caranya. Dalam belajar Islam pun ada adabnya. Adabnya belajar Islam adalah dengan mendatangi gurunya. Bukan guru yang mendatangi mereka. Bukan juga ilmu yang diambil dari tempat-tempat yang berserakan. Yang sudah dilakukan Yanura tidak sia-sia. Pesan yang ia ketik cukup panjang ternyata benar-benar mampu membuat Joel mengerti. Intisari pesan yang Joel tangkap adalah Yanura ingin menjaga dirinya. Bukan menolak dan tidak menginginkan Joel. Pilihan yang sangat Joel hargai dan kagumi. Joel pun merasa kalau Yanura seorang yang taktis dalam bertindak. Meski tidak bisa mengabulkan permintaan Joel. Yanura sudah memberi solusi terbaik. Meski itu tanpa diminta.

Yanura memberitahu letak Masjid Al-Islam di jalan Pahlawan Bangsa depan komplek perumahan Europa Land. Itu berarti masjid yang Yanura maksud adalah masjid besar berwarna putih bersih di depan komplek rumahya. Masjid yang terlihat begitu megah dari kejauhan. Bangunan dua lantai berbentuk seperti kubus dadu. Dengan dua menara di sisi kanan kirinya. Mengambil pola arsetiktur perpaduan modern klasik. Sehingga terasa khidmat di hati, namun tetap mengeluarkan aura yang begitu gagah kala dipandang mata. Pemilihan design yang sungguh luar biasa. Karena tempat ibadah di pinggir jalan besar itu, mampu menyeimbangkan diri dengan design arsitektur mewahnya rumah-rumah di komplek Europa Land. Bangunan yang nampak digjaya, yang tidak tenggelam oleh pancaran mewahnya dunia. Sepintas orang-orang  yang lewat pasti mengira kalau Masjid Al Islam merupakan masjid yang berada di bawah naungan Europa land. Padahal bukan sama sekali. Eropa Land memang komplek mewah dengan rumah-rumah yang sangat megah. Namun penghuninya sudah tidak peduli lagi dengan urusan agama mereka. Yang Islam hanya KTP saja tidak ada terlihat ritus ibadah yang mereka kerjakan selain nanti mudik saat lebaran. Yang kristen tak jauh beda seperti itu pula. Kristennya hanya untuk identitas saja. Tidak pernah berangkat kebaktian ataupun berdoa ke gereja. Yang khatolik pun begitu setali tiga uang dengan dua keyakinan tadi. Yang diharapkan lebih rohani, nyatanya tidak. Di rumah Joel saja hampir tidak ada salib sama sekali. Tidak ada ke gereja, apalagi mendengarkan khotbah-khotbah kerohanian. Di Europa Land yang ada hanya urusan bisnis uang, kemewahan dan senang-senang dalam kemegahan saja. Tidak heran jika penghuni komplek elit ini seperti tidak bisa pernah merasa bahagia berada di rumah. Karena apa yang mereka inginkan diukur dari materi yang dimiliki orang lain. Padahal sejatinya materi akan terus berjalan dan berputar. Tidak memiliki ujung tidak akan pernah selesai. Maka selama hidup itu pula akan terus berpacu dan berjuang. Lalu kapan sampai di titik bahagia yang dinginkan. Tidak akan pernah. Itulah yang selama ini rasakan hingga merasa begitu jenuh dengan segala kehidupannya. Sementara di luarnya, bermewah ria dengan segala kepopuleran. Seakan bahagia penuh tawa. Padahal hatinya gersang merana dalam ketidak tenangan.


Tidak seperti biasanya hari ini Joel bangun pagi. Padahal dia semalaman kurang tidur. Terbangun lebih awal untuk chat dengan Yanura. Setelah kejadian semalam Joel baru bisa tidur kembali hampir jam empat. Biasanya jika hari minggu begini Joel akan bangun siang sekali. Jam delepan adalah waktu paling  pagi. Rata-rata di atas jam sepuluh pagi. Bahkan tidak jarang lewat tengah siang hari Joel baru keluar kamarnya. Tapi kali ini Joel seperti memerankan orang yang berbeda. Jam lima subuh Joel sudah terbangun. Entah kekuatan darimana datangnya, tubuhnya berasa segar. Raganya pun berasa penuh semangat. Gairah luar biasa yang membuat hidupnya berasa lebih bermakna. Langit masih gelap, kebanyakan seisi komplek masih terlelap. Namun Joel sudah selesai mandi. Bersiap segera memakai pakaiannya. Base layer bawahan panjang sampai betis yang didouble celana pendek sudah Joel kenakan. Begitu pula baselayer atasan model lengan panjang juga sudah Joel pakai. Tinggal mencari kaos yang pas selera saja di pagi ini. Bergegas Joel berjalan mencari sepatu  running miliknya. Deretan sepatu branded terpajang di lemari kaca setinggi tiga meter dan lebar dua meter. Pilihan Joel jatuh pada sepatu runing pabrikan Amerika berlambang ceklis putih.

Setelah semua dikenakan dengan rapih. Joel segera meluncur joging pagi. Berlari-lari kecil memembelah jalanan komplek Europa Land. Menerabas keheningan waktu pagi yang belum tersinari mentari. Daun-daun pepohonan masih terlihat meneteteskan beningnya embun pagi. Joel terus berlalu menuju taman kota. Di sana ada joging track untuk warga. Bergabung dengan warga lain untuk sama-sama berolahraga. Tentu itu sangat menyenangkan. Meski di dalam komplek perumahan pun ada taman dan sarana olahraga lainnya. Entah mengapa, Joel merasa lebih tertarik untuk mendatangi taman buatan pemerintah kota. Taman kota yang Joel tuju berada tak begitu jauh jaraknya. Setelah keluar gerbang besar komplek lalu belok kiri. Setelah delapan ratus meter akan sampai di sana. Namun sebelum sampai di taman, langkah Joel terhenti. Pandangannya beralih ke sebrang jalan. Matanya tertuju pada bangunan Masjid Al-Islam. Masjid yang tidak pernah sepi. Sepagi ini pun sudah ada kegiatan. Masjid yang sudah ramai orang-orang padahal hari belum juga terang. Terlihat banyak kendaraan terpakir di lapangan. Mulai dari motor sampai mobil rapi berjajar-jajar.

Bagi Joel pemandangan Masjid Al Islam bukanlah hal yang baru. Bangunan itu begitu akrab baginya. Setiap pergi dan pulang selalu lewat di depannya. Masjid Al-Islam yang biasanya hanya dilewati saja. Kini menjadi tujuan yang sangat diinginkan. Tanpa berpikir panjang, Joel mengalihkan langkahnya. Joel menyebrang jalan, menuju pelataran pintu gerbang masuk ke masjid Al Islam. Langkah panjangnya tak terasa, seketika Joel sudah sampai di gerbangnya selalu terbuka menganga. Langkah panjang Joel terhenti untuk menghampiri penjaga keamanan yang ada di posnya. Dirman begitulah nama yang tertulis di baju PDHnya.

“Assalamu’alaykum, Mas Dirman.” Joel memulai pembicaraan.

“Wa’alaykumussalam Mas. Maaf nama Saya Yitno.” Jawab lelaki muda di hadapan Joel dengan logat jawa yang kental.

“Oh ia maaf Mas Yitno. Saya kira Mas Dirman, soalnya itu di bajunya namanya Diman.” Joel coba berargument dangan keanehan yang dialaminya.

“Lho sampean gak percaya tah kalau Saya Yitno. Ini baju punya Pak Dirman saya pinjam dulu. Sek yo, le sampean gak percaya. Tak panggil dulu Pak Dirmannya.” Ucap Yitno dengan nada agak ngegas lalu ngeloyor pergi meninggalkan Joel di pos sendirian. Joel panggil-panggil untuk kembali. Namun Yitno tak menggubris sedikit pun. Langkah ngebutnya terlanjur jauh dan menghampiri kerumunan orang-orang yang baru bubar dari dalam masjid.

“Tuhan sial banget rasanya. Pagi-pagi buta, matahari  pun belum ada. Tapi udah ketemu sama makhluk yang kurang sepasi gini.” Joel menggerutu sendiri kesal sambil duduk di bangku yang ada di depan pos tersebut.

Tak lama pemuda bernama Yitno melesat datang sambil menuntun seorang laki-laki berbadan tegap. Bapak itu terlihat tidak muda lagi. Dari perawakannya serpertinya usianya sekitar empat puluh sampai lima puluh tahunan. Pakaiannya sama dengan Yitno, namun wajahnya jauh lebih kalem dan bersahaja. Di dagunya terlihat beberapa helai janggut saja. Sementara pecinya berwarna lusuh.

“Ini lho Pak, laki-laki sing nyari Pak Dirman. Sudah saya bilangin kalau Saya bukan Pak Dirman.” Belum juga sampai di hadapan Joel, Yitno sudah nyerocos dengan nada yang masih ngeggas. Sementara Pak Dirman hanya senyum di ujung bibirnya. Tanpa memperdulikan kelakuan Yitno. Karena Pak Dirman sudah maklum dengan polah Yitno yang sering bermasalah bagian sebagian orang. Yitno memang memiliki kekurangan dalam mengontrol emosi dirinya. Meski sekarang sudah jauh lebih mendingan dari pada dahulu saat pertama kali ditemukan. Yitno ditemukan saat sedang ngamuk-ngamuk di pinggir jalan. Yitno diurus untuk diselamatkan nasib hidupnya agar lebih layak oleh bagian sosial Masjid Al Islam. Sehingga sekarang sudah bisa membaur dengan masyarakat dan diamanahi untuk mejaga keamanan.

“Assalamu’alaykum.. Mas.” Pak Dirman mengucap salam dengan keramahan senyumannya.

“Wa ‘alaykumus salam.” Joel menjawab

“Lhaa iki baru bener Pak Dirman.” Timpal Yitno memotong percakapan dengan nada kencang yang belum hilang. Namun tangan Pak Dirman sigap mengusap dada Yitno untuk menenangkannya. Yitno pun bak terkena hipnotis, seketika terdiam. Dan wajahnya berubah menjadi tenang, tidak menampakan emosi yang berlebihan.

“Mohon maaf, Mas ini siapa dan mau cari siapa?” Telisik Pak Dirman menanyai Joel. Karena dalam pandangannya yang ia lihat. Joel itu cukup janggal. Pemuda badan ateltis dengan berpakaian olahraga datang ke masjid. Biasanya yang datang ke masjid pakai baju rapih. Pakai koko atau pakai gamis dan kurta. Ada juga yang pakai pakai kemaja atau kaos namun dengan celana harian. Tapi ini setelan olah raga lengkap dengan sepatu dan handuk kecil di pundak. Sementara taman kota berada jauh di sebrang jalan sana.

“Nama Saya Joel Pak. Rumah saya di Europa Land. Tadinya Saya mau joging pagi ke taman. Dan entah kenapa langkah kaki Saya mendaratkan Saya di sini.” Ucap Joel berusaha menjawab kebingungan Pak Dirman yang tercetak di wajahya.

“Sebetulnya Saya mau datang ke Masjid ini nanti siang Pak untuk ketemu Ustadz Musa. Namun Saya tidak tahu kapan beliau ada di Masjid ini. Jadi pikir saya lebih baik sekarang Saya cari tahu dulu kapan beliau ada di sini. Lagian Saya lihat Masjid juga sudah ramai orang.”

“Memang Mas Joel apa tidak tahu? Ustadz Musa sekarang juga ada di masjid. Beliau baru saja selesai mengajar Kajian ba’da subuh ahad pagi.” Pak Dirman menimpali, sementara tangan menunjukan kerumunan orang-orang yang baru keluar dari dalam masjid.

“Mohon maaf memangnya Mas Joel ada perlu apa ketemu Ustadz Musa?” sambung Pak Dirman

“Saya seorang Khatolik ingin masuk Islam, Pak...” jelas Joel singkat

“Allohu Akbar.. Allohu Akbar... Allohu Akbar... tabarokalloh...” tiba-tiba Pak Dirman merangkul Joel yang ada dihadapannya dengan begitu erat.

Meski badan Joel jauh lebih berisi dan lebih tegap dari Pak Dirman. Namun tangan Pak Dirman mampu mengunci tubuh Joel dalam pelukannya. Terasa oleh Joel Pak dirman mengusap-ngusap dan menepuk-nepuk punggungnya. Sementara di pundak Joel terdengar sampai ke telinga lirih isak tangis dari ujung bibir Pak Dirman. Joel bingung kenapa Pak Dirman sampai sehisteris itu setelah mendengar dirinya akan masuk Islam. Padahal Pak Dirman tidak kenal juga siapa dirinya. Tapi bagi Pak Dirman mendengar seseorang ingin masuk Islam merupakan anugrah dari sebuah keagungan. Nikmat termegah yang akan memberi jalan keselamatan. Keselamatan dari kengerian hidup di akhir zaman. Tiada keindahan yang lebih mewah daripada hidup disapa hidayah. Yang jauh lebih berharga dari dunia dan segala isinya. Maka Pak Dirman selalu tak kuasa menahan emosi sedalam jiwa. Tangis seketika akan pecah. Merasakan bahagia dengan sebuah kenyataan bahwa saudaranya akan bertambah.

“Sebentar Mas Joel, saya telpon dulu Ustadz Musa. Saya rasa beliau belum pulang.” Tangannya terlihat terburu-buru merogoh ponselnya di saku celananya. Dengan suara yang terdengar masih parau Pak Dirman berbicara di ujung telponnya. Isak tangisnya belum hilang. Sampai-sampai Ustadz Musa kaget mendengarnya. Berkali-kali Ustad Musa bertanya ada apa dan ada apa. Ustadz Musa khawatir jika terjadi sesuatu pada Pak Dirman. Sementara Pak dirman tetap melanjutkan kata-katanya. Terdengar Pak dirman mengatakan “Kalau ada pemuda bernama Joel ingin masuk Islam.”

Takdir pagi ini memang sangat baik. Joel dirundung dengan berkat keberuntungan. Ustadz Musa mengkomfirmasi kalau beliau masih ada di sekitaran Masjid. Meski tadi saat ditelpon Pak Dirman sudah berada dalam mobilnya di parkiran. Ustadz Musa mengarahkan Pak Dirman agar membawa Joel ke ruang sekertariat Masjid saja. Tanpa mmbuang waktu Pak Dirman mengajak Joel menuju sisi kanan Masjid Al Islam. Dimana letak sekertariat masjid bersebelahan dengan lokasi parkiran. Tak lama berjalan menyusuri koridor masjid, Pak Dirman dan Joel sudah sampai di depan ruang sekertariat. Di sana mereka berdua sudah ditunggu oleh Ustadz Musa. Tak berbeda jauh dengan Pak Dirman. Ustadz Musa menyambut dengan mengucapkan alhamdulillah dan memeluk erat Joel di dadanya. Ustadz berusia lima puluh tiga tahun ini tanpa sungkan mencium kepala Joel sambil memanjatkan doa. Terasa begitu akrab tanpa sekat dan batasan. Begitu yang Joel rasakan. Kesan pertama yang sungguh menggugah jiwanya dengan Islam.

Setalah melepaskan pelukannya, Ustadz Musa mengajak Joel dan Pak Dirman masuk ke dalam. Segera Joel membuka sepatunya dan mengikuti langkah dua orang yang berjalan di depannya. Kemudian mereka bertiga duduk di sofa sudut berwarna hitan berbahan kulit. Pak Dirman mengambil beberapa gelas air mineral untuk disuguhkan. Joel pun mengambil inisiatif membuka pembicaraan dengan memperkenalkan diri. Menyebutkan nama dan asal dari mana. Mulanya Ustadz musa juga keheranan dengan setalan penampilan Joel yang memakai pakaian joging. Namun setelah Joel jelaskan kronologis kejadiannya. Ustadz Musa tersenyum dan mengatakan “begitulah jalan hidayah tidak akan ada yang bisa menebaknya.

“Nak Joel. Mohon maaf bolehkan Saya mengajukan beberapa pertanyaan dahulu kepada Nak Joel?” tanya Ustadz Musa.

“Silahkan Ustadz, dengan senang hati Ustadz.”

“Mohon maaf Nak Joel. Kenapa Mas Joel memutuskan untuk Masuk Islam?” dengan nada lembut Ustadz Musa menggali motivasi apa yang melatar belakangi Joel melepas keyakinan lamanya.

“Saya merasa gersang Ustadz dengan kehidupan Saya. Tidak ada ketenangan dalam batin. Padahal semua saya miliki. Setelah saya melihat seseorang yang beragama Islam dan dia taat dan berbeda dari yang lainnya. Saya melihat ada ketenangan dalam hidupnya. Saya ingin seperti dia.” Joel menjelaskan gamblang kepada Ustadz Musa. Namun masih tetap ada yang ia sembunyikan. Ketertarikan kepada Yanura adalah salah satu motivasi mendasar juga mengubah jalan hidupnya.

Namun Ustadz Musa bukan sembarang manusia. Ustadz Musa merasa ada yang masih tidak Joel ceritakan. Ustadz Mumbaca dari cara Joel menghela nafas diantara kata-kata yang dia ucapkan barusan. Jika orang sedang menyembunyikan sesuatu dalam perkataannya. Akan terlihat ada jeda hela nafas yang tertahan agak lama dalam sambungan-sambungan katanya. Akan tetapi Ustadz
Musa tidak berfikir untuk mengintrograsi Joel lebih dalam. Ustadz Musa yakin jika itu dilakukan akan membuat Joel merasa tertekan. Ustadz Musa lakukan dengan cara lain agar Joel mau bercerita atau setidaknya meluruskan lagi tekadnya kepada Islam.

“Nak Joel, dalam keyakinan Kami di Islam. Ada ajaran mendasar, yaitu sesungguhnya amalan itu tergantung pada niat. Maksudnya setiap amal dan ibadah yang dilakukan dinilai oleh Alloh dari motivasi awalnya untuk apa dan untuk siapa? Jika seseorang itu berbuat untuk Alloh maka yang akan dia dapatkan pahala di akhirat dan kebaikan di dunia. Tapi jika bukan untuk dan karena Alloh  maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat. Di dunia pun hanya sedikit. Seperti kita berbuat baik hanya ingin dikenal dan tenar. Maka ini tidak akan mendapatkan apapun di sisi Alloh. Yang dia dapatkan hanya ketenaran dan dikenal saja. Ini adalah orang yang rugi dan celaka. Begitu juga Nak Joel. Jika masuk kepada ajaran Islam karena keyakinan kepada Alloh, maka Nak Joel akan mendapatkan dua kebaikan. Kebaikan hidup di dunia dan kebaikan di akhirat berupa pahala yang tidak putus-putus selamanya. Tapi jika Nak Joel ada motivasi lain, sekali lagi Nak Joel tidak akan mendapatkan apa-apa dari Islam. Kegersangan hidup Nak Joel juga akan tetap sama, meski Nak Joel sudah masuk Islam. Karena hakikatnya Ketenangan dan kebahagian hanya dimiliki oleh Alloh. Yang hanya akan Alloh berikan untuk orang-orang yang beriman saja. Yaitu orang-orang yang hidupnya karena Alloh, untuk Alloh dan bagi Alloh. Jadi ketenangan itu bukan untuk orang Islam.” Ustadz Musa memberikan nasihat yang begitu bermakna bagi Joel. Mengena di hatinya dan menguatkan batinnya. Ustadz Musa benar. Sudah Joel saksikan banyak juga orang-orang Islam yang hidupnya selalu dirundung kecemasan dan kegalauan. Ustadz musa pun benar alau dirinya harus kembali merevisi niat dan motivasi mengkonversi keyakinan ini.

“Ustadz, Mohon Maaf. Betul ada motivasi lain yang mendorong saya mengganti keyakinan Saya. Salah satu dari alasan Saya adalah Saya menyukai seorang wanita muslim yang sangat taat dengan aturan-aturan Islam. Dari dialah Saya lihat ketenangan hidup. Ketenangan yang belum Saya lihat sebelumnya. Saya juga bermimpi mudah-mudahan kelak Saya bisa meminangnya Ustadz.”

Subahanalloh, Nak Joel. Mencintai wanita karena agamanya itu tidaklah salah. Bahkan itu menjadi anjuran. Namun niat harus tetap diluruskan karena Alloh, bukan karena wanitanya. Jika boleh Saya memberikan saran. Nak Joel, pikirkan kembali untuk masuk Islam. Jika sudah betul-betul mantap hati dan keyakinan hanya karena Alloh saja, maka kita in sya Alloh bertemu lagi sore ini ba’da ashar untuk bersyahadatnya Nak Joel. Karena jika hanya untuk wanita. Akan sangat sayang sekali. Pengorbanan besar Nak Joel tidak akan mendapat apa-apa di sisi Alloh, kecuali hanya wanita itu saja.” Ustadz Musa melanjutkan nasihatnya.

Joel pun terkejut dengan ending yang dinyatakan Ustadz Musa. Biasanya jika orang mau masuk suatu agama yang lain. Akan disambut dan disegerakan. Bahkan tak sedikit pendakwah-pendakwah dari agama lain yang melakukan cara culas. Mereka seakan berdakwah dan memberikan bantuan. Padahal itu sogokan agar yang dibantunya mau masuk agama yang dia dakwahkan. Tapi Ustadz Musa berbeda, dia seperti menolak Joel. Hanya karena nita dan motivasi Joel belum lurus karena Alloh. Tapi bagi Joel tidak masalah setidaknya masih ada waktu sampai sore nanti untuk merenung lebih dalam. Kembali menimbang kepetusannya untuk masuk Islam. Sembari mengikuti apa yang dikatakan oleh Ustadz Musa. Untuk meluruskan niat dan motivasinya karena Alloh bukan karena sosok Yanura. Mengubah agama karena cinta kepada Alloh bukan kepada Yanura. Keyakinan Joel kepada Islam semakin bulat saja. Dan mungkin hari ini adalah akhir cerita hidupnya sebagai seorang penganut khatolik.

Bersambung....!
Garut, Sabtu 28 Jumadil Awwal 1441 H / 25 Januari 2020

1 comment:

Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)