Tak asing tentunya apabila kita mendengar kata tuhan atau kata agama, karena memang kita hidup di negeri yang beragama. Sebab negara menjamin kebebasan beragama seluruh penduduknya dengan undang-undang terlaknatnya. Saya pun masih ingat ketika masih duduk di bangku sekolah dasar setiap hari senin, bersama kawan yang lain kami berteriak memekikan pancasila, “Satu Ketuhanan yang Maha EsaBe, dua…” (saya selalu tersenyum,saat mengingat kebodohan saya pada saat itu). Negara yang nampaknya sangat menjunjung nilai ketuhanan dan sangat meninggikan serta mensucikan nilai agama. Coba saja anda tanya pada seseorang yang anda kenal,
“Apakah Anda beragama?”
“Apakah Anda mengakui Allah sebagai tuhan?”
Tentu dan pasti mereka jawab “Ya” tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Benarkah yang mereka katakan?
Namun Anda akan merasa heran jika membaca judul di atas, beragaama tanpa tuhan. Ya seperti itulah, karena memang sepertinya masih banyak yang harus kita kaji dan kita kritisi baik negara ataupun penduduknya. Kita wajib mempertanyakan sejauh mana masyarakat dan Negara ini beragama. Satu yang harus diingat “beragama dan mengakui tuhan belum tentu mereka betuhan”.
“Lho ko bisa?” kata-kata itu yang saya dengar dari teman saya saat mengungkapkanya dalam sebuah diskusi. Mungkin hal yang sama yang ada dalam benak anda sekalian.. ”Bukankah agama adalah sebuah wadah spiritual umat manusia untuk mngabdikan dirinya pada tuhan? Lalu bagaimana anda menyebutnya tidak bertuhan.” Peserta diskusi yang lain menimpali. Ya…! Memang saya tidak bisa menafikan setatement yang sudah mengakar di masyarakat padahal hal tersebut merupakan pembodohan dan pendangkalan dalam aqidah Islam. Sayangnya opini penyesatan itu sudah mendarah daging, serta diangggap hal yang haq di khalayak. Astagfirulloh.
Bila memang kita semua merasa sebagai makhluk yang mengakui akan adanya sang kholik yang memiliki dan mengatur kita, tentunya dalam hidup ini, kita harus paham betul dan betul-betul paham Alloh itu termanisfestasikan dalam apa? Inilah yang menjadi kunci dan ukuran sejauh mana kita mengakui Alloh sebagai tuhan.
“Lalu dimana tuhan itu.” Pertanyaan lucu dari teman saya kembali terdengar. Saya jawab wallohu’alam, sebab saya juga tidak tahu persis keberadaan Alloh. Tapi Rosululloh saw pernah menyabdakan bahwa :
“Alloh itu lebih dekat dari urat leher kalian.” Nah yang terpenting bukan keberadaannya namun di mana Alloh itu termanisfestasikan? Di mana kita bisa mengetahui dan mengenal siapa Alloh? apa yang harus kita lakukan? Lalu bagaimana dengan ini? Lalu dengan bagaimana dengan itu? Dan seterusnya, dan seterusnya, berbagai pertanyaan akan muncul, yang akan terjawab oleh Al-Quran.
Alloh robb (tuhan segala makhluk), hanyalah termanisfestasikan dalam ayat-ayatnya, baik yang qouliyah maupun kauniyah. Alloh termanisfestsikan hanya dalam kitab-kitabnya, di situlah kita bisa mengenalnya. Ini hal yang paling fundamental yang sangat sedikit orang yang menyadarinya, maka yang sedikit itulah yang akan selamat. Realita sekarang, apa yang kita lakukan terhadap kitab Alloh? Menjalankan? Atau mengingkarinya? Apa sudah kita jadikan Al-Quran kitbulloh sebagai pengatur kehidupan kita (hukum) atau kita buat hukum tandingan bagi Alloh. Jika belum maka kitalah orang yang beragama tanpa tuhan itu.
Di satu sisi dengan bangga, tampang sok agamis, pakain yang rohaniawan kita memposisikan seolah-olah seorang yang bergama, disisi lain kehidupan kita tidak diatur oleh Alloh. Pantaskah disebut beragama ? dari hal itu semua saya merasa penting untuk menyampaikan sebuah ayat yang telah Alloh turunkan 14 abad silam:
“Apakah kamu tidak memparhatiakan kepada orang-orang yang telah mengaku dirinya beriman kepada apa yang telah diturunkan dan apa yang diturunkan kepada sebelum kamu, sementara mereka hendak berhukum kepada thogut (selain hukum Alloh). Padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarin thogut itu….(QS An-Nisa : 60).
Subhanalloh, sangatlah cocok dengan yang kita alami sekarang. Mereka mengaku beriman tapi enggan menjadikan Al-Quran satu-satunya hukum yang berlaku. Tak peduli mereka ustadz, kiyai, pake peci, berjenggot lebat, celana cingkrang, jidatnya hitam, jika mereka tidak berhukum pada Al-Quran mereka tak beragama dan gelar mereka adalah kafir.
“…maka siapa saja yang tidak berhukum pada apa yang telah Alloh turunkan maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS Al-Maidah : 44).
Ada yang mau protes, demo atau intrufsi? Silahkan saja sama Al-Quran dan demo di hadapan Alloh. Maka totallah kalian sebagai musuh Alloh.
Jika saya bandingan kita semua yang dengan ateis, mereka lebih punya taste. Mereka secara jantan dan lantang tidak mengakui tuhan (Alloh), semantara kita dengan bangga dan arogannya serta merasa benar atas segala pengakuan kita semua akan adanya Allah dalam beragama. Ironisnya hal tersebut tanpa realisasi dan aplikasi yang nyata. Maka terlaknatlah kalian sang munafik, kalian telah menipu Alloh, menipu diri kalian sendri dan menipu seluruh makhluk semasa kalian dan masa sesudah kalian. Sangat ironis memang, tapi memeang begitu kenyataanya.
Pahamilah metode beragama yang seungguhnya, yaitu dengan menunjukan dimana saja kita berada kita selalu beriman pada Alloh. Keimanan itu bukan hanya kata dan bualan belaka, namun lebih daripada itu. Keimanan yang sesungguhnya meliputi tiga aspek nyata.
a. Meyakini dengan hati, artinya dalam hati kita hanya ada Alloh tempat bergantung, meminta pertolongan dan hanya Alloh yang menguasai segalanya. Maka bagi mereka sudah yakin dalam hatinya, tidak akan kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi kehidupan.
b. Mengucapakan dengan lisan, aspek inilah yang sering menipu dan membuat orang yang disekitarnya terkelabui, oleh bualan dan kegombalaan mereka, bicara beriman dan yakin, fasih baca syahadat tahlil, tahmid, dan takbir, cukup sampai di situ. seharusnya jika keimanan mereka sungguh-sungguh mereka akan selalu meninggikan dan memebela kalimat Alloh serta hukum yang terkandung di dalamnya.
c. Mengamalkan dengan anggota tubuh, aspek inilah yang akan menjadi bukti dari aspek-aspek sebelumnya. Jika hati tak ada yang tahu dan mulut mudah sekali untuk berdusta, maka kita bisa lihat dari amaliah sehari-harinya. Kita wajib berbuat dan bertindak sesuai dengan yang Alloh kehendaki, yang menjalakan semua yang Alloh wajibkan dalam Alloh dalam Al-Quran dan meninggalkan semua laranganya.
Ingatlah ayat Alloh :
“… mengapa kamu mengakatalan apa yang tidak kamu perbua. Sangat besar kebencian Allo pada orange yang berkata tapi tidak ia perbuat.” (QS As-Shof :2-3).
Satu-satunya cara agar kita semua terjaga dalam koridor yang benar dan tetap ternaga dalam makhluk yang benar-benar bertuhan, dengan menegakan syariat Islam di dunia ini dan menjadikan Alloh dan Rosulnya sumber hukum.
“Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu pada Alloh dan taatlah kamu pada Rosul serta kepada pemimpin diantara kalian. Maka jika kamu berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah (hukumnya) pada Alloh dan Rosulnya.” (QS An-Nisa : 59).
“… maka tegakanlah dien (agama) dan janganlah kamu berpecah belah…” (Asy-Syuro :12).
Kita wajib menegakan syariat islam agar kita terbebas dari gelar beragama tanpa tuhan. Itu telah menjadi harga mati. Marilah kita berjihad menyelamatkan aqidah kita, anak cucu kita, saudara-saudara kita dan seluruh umat di dunia ini.
Lalu apakah anda masih ingin berlama-lama menjabat sebagai makhluk yang Bergama tanpa tuhan?
Allohu Akbar….
Allohu Akbar….
Allohu Akbar
No comments:
Post a Comment
Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)