Setelah mengetahui dari beberapa utusannya, bahwa orang-orang yang ia cintai hidup berkecukupan, ia pun merasa lega dan tenang pula hatinya. Lama berpisah rasa rindu untuk bertemu anak dan istri yang kian mendalam dan tak mampu untuk dibendung. Menanti saat berjumpa orang yang pernah ia tinggalkan di tengah tandus dan keringnya gurun pasir yang luas. Ia putuskan untuk kembali menemui mereka, mengadakan perjalanan yang sangat jauh jaraknya. Perjalanan menembus bentangan gurun yang gersang, melawati siang dan malam tanpa tepi. Sebuah perjalanan yang tak ternialai pengorbanannya, berjalan kaki antara Palestina menuju Mekah. Semua rintangan tak mampu mngalahkan ke inginannya untuk bersua keluarga tercinta. Munkin terlalu sesak kerinduan dalam dadanya jka harus digambarkan dalam sebuah media yang berupa.
Hari demi hari ia lewati, telah banyak waktu berlalu dalam menempuhnya. Tibalah di suatu malam, ia sampai di suatu empat bernama muzdalifah. Lelah menerpa diri badan bersimbah dalam keringat pengorbanan, membuatnya tertidur dalam lelapnya. Di bawah sebuah pohon yang berselimutkan malam dan ditemani bintang yang menerawang, dirinya terusik oleh mimpi yang mengejutkan dasar sanubari. Ia kedatangan sesorang yang belum dia kenali, tiba-tiba orang itu membawa kabar perintah untuk menyembelih anak yang hendak ia temui. Batin pun terusik, pikir dalam akal berputar menduga-duga sesuatu yang tak pernah ia kira.
Sampailah saat, ketika tiba di tempat yang jauh ditempuh, berkumpul bersama keluarga terbalut suasana haru gembira, hangatnya cinta terasa saat berbagi rasa bersama orang yang dikasihi. Namun jauh di dasar nalar masih terusik kecemasan batin yang terpaut pada mimpinya. Perintah untuk menyembilih anaknya. Batin dalam hatinya membenarkan mimpi itu sebagai wahyu dari Alloh swt. Pilihan yang sangat berat, memilih antara cinta pada keluarga atau taat pada perintah sang pencipta. Anak yang sekian lama berpisah kini hadir di hadapan, rasa haus untuk mencurahkan kasih sayang dapatlah ia tunaikan. Sementara ia adalah seorang yang hanif, orang yang sangat kuat keimanannya pada Alloh. Bahagia terasa saat melihat anak yang kini telah beranjak dewasa, waktu yang tertinggal akan perpisahan yang panjang.
Namun semua itu tak menghalangi kebulatan tekad dalam hati . Untuk senantiasa mentaati segala bentuk perintah Alloh ,yaitu melaksanakan perintah untuk menyembelih putranya. Seperti telah diceritakan dalam surat Ash – Shafat 102 :
“Maka tat kala anak itu sampai ( pada umur sanggup ) berusaha bersama – sama ibrahim berkata : “hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu . maka fikirkanlah apa pendapatmu !” ia menjawab “ hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadmu, insya allah kamu akan mandapatiku termasuk orang yang sabar.”
Subhanalloh…! Cerita yang akan tetap abadi dalam Al-Quran. Tergambar indah di dalamnya dialog dua insan yang begitu taat pada segala perintah robbnya dengan benar – benar iklas dalam melaksanakannya.
Ibrahim seorang bapak yang rela berkoban segalanya ,demi memenuhi perintah Alloh dan Ismail anak yang iklas sepenuh hati untuk memenuhi perintah allah meski harus nyawa yang jadi gantinnya.
Maka pantas mereka sebagai mu’min yang hanif, masa telah membuktikan dalam sejarah, kisah dari ketaatan mereka kepada perintan dan aturan yang Alloh turunkan.
Marilah kita ukur di dalam jiwa, apakah kita sudah taat kepada aturan Alloh seperti mereka?
Yaa Alloh jadikan kamiseperti mereka…
Hadirkan kembali generasi yang taat di masa kami seperti ketaatan dua rosulMu ini
No comments:
Post a Comment
Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)