Bismillah walhamdulillah ‘alaa kulli nikmatillah…
Tanpa terasa setelah rasa kemarin baru saja kita memasuki
bulan Muharam dan membahas tentang perayaannya. Sekarang Alloh sampaikan umur
kita pada tanggal 9-10 dan seterusnya dalam Muharam ini.
Ada sesuatu yang harus kita perhatikan pada tanggal 9 dan 10
Muharam. Yaitu adanya shaum Tasu’a dan Asyuro atau shaum (puasa) pada
tanggal sembilan dan sepuluh Muharam.
Lalu bagaimana kedudukan hukum shaum tersebut dalam pandangan Syariat Islam?
karena dalam hal ini pun ada silang pendapat tentang kedudukan hukumnya. Ada yang
menyunahkan ada yang menyebutnya sekedar ibahah ada pula yang menyebutnya
sebuah bid’ah.
Sekali lagi saya bukanlah seorang mufti yang punya
kavabilitas untuk menjatuhkan hukum-hukum tersebut. namun sebagai seorang
muslim Saya mempunya kewajiban untuk membagi dan menyampaikan apa yang saya
ketahui dan dapatkan tentang dasar-dasar dalil hal tersebut.
Baik kita langsung saja ke pembahasan awal yaitu membahas
tentang pandangan yang menyatakan bahwa melaksanakan shaum tasu’a dan asyuro
pada 9 dan 10 Muharam adalah sebuah ibadah sunah. Berikut adalah dalilnya :
1.
Dari Abu Qotadah Al Anshari, bahwa Rasulullah sallallaahu 'alaihi wasallam ditanya tentang shaum hari
Arofah, sabdanya: “Ia menebus dosa tahun yang lalu dan yang akan datang.”
Ketika ditanya tentang shaum Asyura beliau bersabda: “menebus dosa tahun yang
lalu…” [HR Muslim].
2.
Dari Abu Hurairah ra, ia
berkata, Rasulullah sallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda: ”Shaum yang paling utama setelah shaum pada bulan Romadlon adalah
shaum pada bulan Muharam. Dan sholat yang paling utama setelah sholat fardlu
adalah sholat malam.” [HR Muslim]
3.
Dari Ibnu Abbas dia berkata
ada seorang laki-laki bertanya : ”Ya Rasulullah, sesungguhnya Asyura itu hari
yang diagungkan oleh orang Yahudi & Nasrani.” Maka Rasulullah SAW bersabda:
”Tahun depan InsyaAllah kita akan shaum (juga) pada hari kesembilan.” [HR
Muslim No. 1134]
Itulah beberapa hadits yang kita
bisa jadikan rujukan. Memang masih ada beberapa hadits lagi, namun saya rasa
cukup mengedepakan tiga hadits-hadits tersebut. karena hadits lainnya berbunyi
sama dan semakna. Dalam penjelasan Hadits-hadits di atas akan kita tinjau satu
persatu-satu. Kita akan mulai dari
hadits no 1.
Dalam hadits no satu dalam
pandangan hukum memiliki sebuah kejanggalan. Dimanakah letak kejangggalannya?
Terletak pada matan (isi) hadits tersebut. Yaitu kalimah “menebus dosa setahun
yang lalu dan setahun yang akan datang”. Janggalnya bagaimana Alloh memeberi ampunan
pada sebuah dosa yang belum dilakukan. Atau dengan kata lain apa ini berarti
kita memiliki voucher berbuat dosa dari Alloh? Atau sebuah free zona time
and arena untuk melakukan dosa? Karena sudah ada sebuah garansi? Tentu saja
hal ini bertentangan dengan dalil AlQuran surat Ali Imran ayat 133 : “Bersegeralah
kamu kepada Ampunan Alloh….”. Kejanggalan kedua Hadits no 1ini berrtentangan
dengan Hadits yang lebih kuat. Yaitu Hadits yang menerangankan bahwa Shaum
WAJIB RAMADHAN saja, dosa yang diampuni hanya dosa satu tahun yang lalu saja.
haditsnya sudah sangat populer
:
“Siapa saja yang Shaum pada bulan
Ramadhan dengan dasar Iman dan Ikhlas. Maka akan Alloh ampuni dosa-dosa yang
telah lalu.” (Mutafaq ‘Alayhi).
Nah, shaum Romadhan yang wajib
saja dengan sarat iman dan ikhlas hanya setahun yang lalu diampuni dosanya.
Kemudian bagaimana rumusnya yang sunah bisa ditambah setahun yang akan datang.
Sementara kita sudah faham bahwa posisi wajib jauh di atas sunah. Dan dalil
Ushul pun mengatakan “Tidaklah dapat mengalahkan yang sunah kepada yang wajib”
Begitu pun Hadits no 2. Dimana sebuah janggal kita dapatkan
bahwa disandingkannya ibadah yang sunah dengan wajib. Sementara sudah kita
sama-sama ketahui bahwa tidaklah bisa disandingkan antara yang wajib dengan
yang yang sunah. Dan di lain kesempatan akan saya paparkan sanad kedua hadits
yang memiliki kelemahan tersebut.
Kemudian Hadit no 3 dari hadits yang dipaparkan di atas
menceritakan bahwa Rasululloh bercita-cita akan shaum pada tanggal sembilan
Muharamnya, karena ternyata tanggal 10nya bukan hanya orang Islam yang Shaum,
tapi juga orang Yahudi dan Nasrani.
Perlu kita baca teliti sarah hadits ini agar kita dapat
kesimpulan hukum yang lurus. Dari asbaabul urud hadits tersbut, hadits ini
terjadi pada tahun pertama Hijrahnya Rasul ke Madinah. Dimana ketika di Mekkah
Rasul dan para sahabat sudah biasa melakukan shaum Asyuro pada tanggal 10
Muharam. Namun para sahabat kaget ketika sampai di Madinah ternyata Yahudi dan
Nasrani pun bershaum pada hari tersebut. Setelah mengadu kepada Rasul, maka
Rasul mengatakan orang Islam akan shaum pada tanggal sembilan Muharamnya di
tahun depan.
Namun apa yang terjadi pada tahun depannya? Rasul dan para
sahabat tidak melakukannya. Hal itu dikarenakan telah turunnya kewajiban Shaum
wajib Ramadhan maka terhapuskan hukum shaum Asyuro yang dahulu dilakukan.
Sebagaimana kita tahu dalilnya dalam surat AlBaqoroh ayat 183 :
“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu
berpuasa. Sebagaimana diwajibkannya atas orang-orang sebelum kamu..”
Dengan Ayat ini maka hukum Shaum Asyuro terhapus (mansukh).
Dan Rasul pun tidak melakukannya lagi. berikut hadits-hadits yang menceritakan
bahwa Rasul tidak lagi melakukan Shaum Asyuro setelah turunnya kewajiban Shaum
Ramadhan :
عَنِ
ابْنِ عُمَر قَالَ:
صَامَ النَّبِيُّ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ
بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فَرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ وَكَانَ عَبْدُ اللهِ لاَ
يَصُوْمُهُ إِلاَّ أَنْ يُوَافِقَ صَوْمَهُ.
Dari
Ibnu Umar ra telah berkata: Nabi shaum
Asyuro bahkan beliau memerintahkan (kepada para shohabatnya) agar shaum Asyuro.
Maka ketika difardhukan Romadhon (Asyuro) ditinggalkan, dan Abdullah
bin Umar
tidak lagi shaum Asyuro kecuali bersesuaian dengan shaumnya. (Shohih Bukhari : I : 2 : 226).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
الله ُعَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تَصُوْمَ يَوْمَ
عَاشُوْرَاءَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ثُمَّ أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ بِصِيَامِهِ حَتَّى فُرِضَ رَمَضَانُ.
Dari
Aisyah ra sesungguhnya orang Quraisy shaum pada hari Asyuro pada zaman
jahiliyah, kemudian Rasulullah memerintahkan agar shaum pada hari itu sampai
difardhukan pada bulan Romadhon. (Shohih Bukhari : I : 2 : 226).
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَانِ بْنِ
يَزِيْدَ قَالَ: دَخَلَ الأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ عَلَى عَبْدِ اللهِ وَهُوَ
يَتَغَدَّى فَقَالَ: يَاأَبَا مُحُمَّدٍ إِدِنُ إِلَى الغَدَاءِ فَقَالَ:
أَوَلَيْسَ الْيَوْمُ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ ؟ قَالَ: وَهَلْ تَدْرِى مَايَوْمُ
عَاشُوْرَاءَ ؟ قَالَ: وَمَا هُوَ ؟ قَالَ: إِنَّمَا هُوَ يَوْمٌ كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ يَصُوْمُهُ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ
شَهْرُ رَمَضَانَ فَلَمَّا نَزَلَ سَهْرُ رَمَضَانَ تُرِكَ وَقَالَ أَبُوْكُرَيْبٍ
تَرَكَهُ.
Dari
Abdur-Rohman bin Yazid telah berkata: Al-Asyat bin Qois masuk (ke rumah)
Abdullah, dan dia sedang makan siang, maka dia berkata: Ya Abu Muhammad ! Mari
makan siang, maka iapun menjawab: Bukankah hari ini adalah hari Asyuro ? Dia
bertanya: Apa yang kamu ketahui tentang hari Asyuro ? Ia menjawab: Apa itu ?
Dia berkata; Sesungguhnya hari itu adalah Rasulullah saw shaum sebelum turun
(kewajiban) bulan Romadhon maka ketika turun (kewajiban) bulan Romadhon
ditinggalkan. Kata Abu Kuraib: Beliau meninggalkannya. (Shohih Muslim : I: 503: 122)
Dari
keterangan hadits-hadits di atas bisa dengan mudah kita simpulkan dan ambil
istimbat bahwa Rasul sudah meninggalkan Shaum Asyuro ketika sudah turunnya
perintah kewajiban Shaum di Bulan Ramadhan di tahun ke dua Hijriyah sampai
akhir hayat beliau. Dan satu catatan penting bahwa Rasul tidak pernah sama
sekali melakukan shaum Tasu’a atau shaum pada tanggal sembilan Muharam.
Alhamdulillah.
Inilah yang biasa Saya tulisakan pada postingan kali ini. sekali lagi ini
bukanlah doktrin dan judge kepada kelompok tertentu. Ini hanyalah sebuah usaha
dari sebuah kewajiban menyampaikan yang haq dan orang yang berakal akan
mengambil pelajaran dari apa yang mereka, dengar, lihat dan dapatkan.
Awfu
minkum wastaghfirulloha lii walakum.
skdar mnambahkan, maaf bla ada kta yg hlang di karenakan saya mengcopas dari blog lain
ReplyDeleteAwal Mula Shaum Tasu’a dan
Asyura
“Dahulu kaum Quraisy shaum (puasa
sesuai dengan ajaran mereka) Asyura
pada masa jahiliyah dan Rasulullah
juga shaum. Setelah berhijrah ke
Madinah, beliau tetap shaum Asyura
dan memerintahkan pada para sahabat
untuk shaum pada hari itu. Setelah
diwajibkan shaum pada bulan
Ramadhan, beliau bersabda, ‘Siapa
yang ingin, silakan melaksanakan
shaum Asyura, dan siapa yang ingin
boleh meninggalkannya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).[iii]
Imam An-Nawawi mengungkapkan
bahwa pada hari Asyura ketika era
jahiliyyah, orang-orang kafir Quraisy
dan Yahudi berpuasa, hingga tibalah
Islam dengan shaum-shaumnya yang
dikuatkan, dan Rasulullah tetap
melaksanakan shaum pada hari itu.
Mayoritas ulama salaf dan yang
datang kemudian berpendapat bahwa
Asyura adalah hari ke-10 pada bulan
Muharram. [iv]
Asy-Syafi’i serta pada sahabatnya,
juga Imam Ahmad, Ishaq, dan yang
lainnya mengatakan bahwa disunahkan
melaksanakan shaum pada hari ke-9
dan ke-10 bersamaan, karena Nabi
melaksanakan shaum pada hari ke-10
dan berniat untuk melaksanakan
shaum pada hari ke-9. [v] Meski pada
akhirnya Rasulullah tidak sempat
melaksanakan shaum pada hari ke-9
karena sebelum hari itu, Rasululullah
Saw. telah wafat.
Maka disunnahkan untuk shaum pada
tanggal 10 Muharram yang dinamakan
shaum Asyura, sebagaimana
Rasulullahpun melaksanakannya. Dan
dianjurkan pula untuk shaum pada hari
sebelumnya yaitu 9 Muharram yang
dinamakan shaum Tasu’a karena
Rasulullahpun telah meniatkannya.
Hal ini sebagaimana hadits yang
diterima dari Ibnu Abbas,
“Tatkala Rasulullah Saw.
melaksanakan shaum pada hari Asyura
dan memerintahkan orang agar
melaksanakannya, mereka berkata, ‘Ya
Rasulullah, ini adalah suatu hari yang
dibesarkan oleh orang Yahudi dan
Nasrani.’ Maka Rasul menjawab: ‘Jika
datang tahun depan –Insya Allah-
kita melaksanakan shaum pada hari
kesembilan.’ Berkata Ibnu Abbas:
‘Maka belum lagi datang tahun depan
itu, Rasulullah Saw. telah wafat.”
(HR. Muslim dan Abu Dawud).
Namun tahun2 selanjutnya setelah turun kewajiban Puasa Ramadhan Rasululloh tdk melakukannya lagi. Hadits lengkapnya sudah saya ungkapkan di atas. 13 tahun di Mekkah dan 1 tahun di Madinah Ya Rasul Shaum Asyuro. tp sejak 2 Hijriyah sampai wafat Beliau meninggalkannya sampai beliau wafat.. silahkan baca Sarah Sunan Abu Daud dan Fathul Barri bab Shaum tathowu.
ReplyDeleteWallohu a'alam,,,
ReplyDeleteSependapat dg muttabi Ridwan
ReplyDeleteJadi secara teknikalnya,kamu ingun meyatatakan perbuatan itu adalah satu "Bidaah"cuma dgn tidak secara langsung?Hakikatnya,Shaum itu ada kebaikan dan manafaatnya tak?
ReplyDeleteTtg puasa tasu'a dan asyura', kalau ada hadis yg meriwayatkan ttg kebolehannya apalagi Rawinya adalah Bukhari dan Muslim, maka boleh saja. Lagipula Nabi tdk melarangnya, bahkan mmberikan penawaran jika mau maka lakukanlah.
ReplyDeleteKenapa mesti dilarang apalagi dinilai bid'ah sesat?!