Andrei Farhan Syah
KASUS YANG TAK TERUNGKAP...!!!
=====================
Kronologis Pembunuhan KH.
Cecep Bustomi
pukul 21.00 WIB.
Markas Front Hizbullah (FH) di
Kampung Peuni, Desa Ciputri,
Kecamatan Banjar,
Pandeglang, nampak ekstra
sibuk. Malam itu ratusan
anggota FH tengah bersiap-
siap melakukan razia ke
Serang. Tepatnya di desa
Petir, setelah sebelumnya
mereka menerima info dari
anggota mereka di sana, salah
seorang warga desa itu,
Mamat, akan menggelar
acara maksiat.
Malam itu juga dengan
mengendarai delapan belas
mobil angkot sewaan, 250
anggota FH berangkat.
Mereka tiba di lokasi acara
sekitar pukul sepuluh
malam. “Di lokasi kami
saksikan acara dangdut dan
jaipongan sedang
berlangsung. Lapak judi
koprok digelar dan botol-botol
minuman juga berjejer
di panggung, ” ujar Iman
Saifudin, adik almarhum
nomor delapan, komandan
aksi
malam itu.
Awalnya pasukan front
meminta baik-baik kepada
tuan rumah, agar acara itu
dihentikan. Di samping
mengganggu ketertiban warga
sekitarnya, lokasinya
juga dekat dengan masjid.
Tapi tuan rumah rupanya
telah menyiapkan Pratu
Enjat Supriatna, seorang
anggota Kopasus, menghadapi
laskar FH. Negosiasi
berlangsung tegang. Enjat
tetap menginginkan acara
hiburan berlangsung.
Sementara FH meminta acara
itu dihentikan. Ketegangan
kian memuncak ketika
Enjat melepaskan dua kali
tembakan ke udara, dan
sekali diarahkan ke anggota
front.
“Ia nembak dari jarak satu
setengah meter, dan
mengenai salah seorang
anggota kami yang ada di
barisan depan. Saya berani
sumpah, saya melihat
dengan mata kepala saya
sendiri. Karena saat itu saya
juga berada di barisan
depan, ” cerita Iman Saifudin
kepada eramoslem.
Tembakan Enjat ternyata tidak
membuat keder nyali anak-
anak FH. Dodi, korban
tembakan Enjat, di luar
dugaan ternyata tetap bugar.
Darahnya mendidih, dan
langsung melabrak Enjat.
Pergumulan seru terjadi. Pada
satu kesempatan,
tusukan golok Dodi berhasil
bersarang di punggung Enjat.
Merasa keteter,
Enjat lari. Tapi Dodi terus
mengejar. Akhirnya dua buah
tusukan berikutnya
berhasil disarangkan Dodi ke
perut Enjat. Tubuh anggota
Kopasus itu akhirnya
roboh bersimbah darah.
Melihat kejadian itu, para
tamu lari belingsatan. Tapi
insiden malam itu tak
menghentikan aksi anak-anak
front. Mereka bukan hanya
menghancurkan
botol-botol minuman keras,
lapak-lapak judi, panggung
hiburan, namun juga
seluruh alat-alat musik.
Usai mengobrak-abrik
panggung hiburan di rumah
Mamat, anak-anak front
masih
sempat melakukan razia di
dua tempat lainnya. Masih di
sekitar desa Petir.
Sekitar pukul sebelas malam
operasi selesai, dan mereka
kembali pulang ke
markas.
Bengkel Mobil dan Hotel
Srimaju Diobrak-abrik
eramoslem Kejadian malam
itu berbuntut. Bengkel mobil
Srimaju yang berlokasi
di Serang, diobrak-abrik
beberapa orang lelaki
bertubuh kekar. Mereka
mencari ustadz Husein pemilik
bengkel yang diduga sebagai
salah seorang
pengurus FH. Tapi yang dicari
tidak ketemu. Sasaran
kemarahan akhirnya
diarahkan kepada 3 orang
karyawan bengkel. Para pria
yang kalap itu menyiksa
korban hingga babak belur.
Seorang karyawannya, Suheni,
diberitakan tewas
setelah disiksa secara brutal
oleh komplotan penyerang,
dan dua orang
lainnya luka parah.
Pada saat hampir bersamaan,
hotel Srimaju yang terletak di
jalan raya
Cilegon juga menjadi sasaran
penghancuran komplotan
lelaki bertubuh kekar.
Berita penghancuran bengkel
dan hotel Srimaju disesalkan
pihak FH. Pasalnya
si pemilik tidak ada kaitannya
sama sekali dengan FH.
“ Mereka menyangka,
pemilik adalah pengurus Front
Hizbullah. Padahal secara
kebetulan saja, kami
pada hari Sabtu (22/7)
memakai aula hotel Srimaju
untuk acara khitanan
massal,” kata salah seorang
anggota FH.
Hari Senen dini
hari (24/7) dalam perjalanan
pulang dari acara
ceramah di Sukabumi, K.H.
Cecep Bustomi menerima
telepon dari Markas Kopasus
Grup I di Serang. Dalam nada
ancaman si penelpon meminta
Kyai Cecep datang
ke markas pasukan elit itu
dengan menyerahkan anak
buahnya, si pembunuh
Enjat. Dalam pembicaraan
telepon Kyai Cecep
menyatakan setuju memenuhi
permintaan itu. Ia berjanji
akan datang ke markas
mereka hari itu juga.
Pukul enam pagi Kyai Cecep
tiba di rumah. Setelah
istirahat, kira-kira pukul
sebelas ia kumpulkan
beberapa komandan yang ikut
dalam aksi malam Senen. Ia
minta konfirmasi tentang
insiden berdarah di desa Petir.
Setelah jelas duduk
persoalannya, panglima FH itu
memutuskan akan berangkat
ke Markas Kopasus
Serang bakda salat dzuhur.
Usai salat dzuhur, sekitar
setengah dua siang, disopiri
Mardiyanto, salah
seorang santrinya, Kyai
Bustomi berangkat dengan
mobil sedan Toyota Twincam.
Sekitar pukul dua, tokoh yang
dikenal gigih memerangi
kemaksiatan itu, tiba
di Markas Kopasus Serang.
Perundingan berakhir kira-kira
pukul empat sore,
setelah kedua belah pihak
berjanji akan menyelesaikan
persoalan secara
damai.
Setelah itu tanpa curiga, Kyai
Cecep pulang. Secarik kertas
berisi
kesepakatan damai yang
ditandatangani kedua pihak
sudah dipegang kyai ‘garis
keras’ itu. Tapi baru berjalan
300 meter dari gerbang
markas pasukan elit
itu, kendaraan Kyai Cecep
dihadang seorang pengendara
sepeda berbadan kekar.
Mobil direm, dan mundur.
Mardiyanto baru akan tancap
gas, ketika
sekonyong-konyong
segerombolan pria bertubuh
kekar -entah dari mana
datangnya-- menyerbu mobil
Kyai Cecep. Bersenjatakan
golok, besi, dan balok,
gerombolan menghancurkan
kaca depan dan belakang
mobil.
Salah seorang gerombolan
memecah kaca kanan depan.
Lalu dengan cepat
menembakkan pistol ke arah
Mardiyanto. Dor! Naluri
Mardiyanto bereaksi
cepat. Yayan -panggilan akrab
Mardiyanto-menarik tungkai di
bawah kanan jok.
Ia dengan reflek membuang
dirinya ke belakang. Peluru
luput dari dirinya.
Tapi nahas, peluru bersarang
ke perut Kyai Cecep yang
duduk di samping
kirinya. “Ah saya kena. Jangan
panik Yan, tancap gas!” teriak
Kyai Cecep
pada Yayan.
Yayan langsung tancap gas.
Tapi di belakang dua buah
motor segera mengejar.
Keduanya berboncengan
(berjumlah 4 orang dengan
mengenakan kupluk). Adegan
kejar-kejaran terjadi. Kyai
Cecep masih tetap tegar dan
memberi pengarahan
pada Yayan. “Langsung ke
arah kota, Yan,” perintah
Kyai. Memasuki kota,
mobil yang telah babak belur
itu terus dikejar. Di
perempatan Ciceri, mobil
Yayan lolos dari lampu merah.
Kyai Cecep memerintahkan
Yayan terus tancap gas.
Sampai di perempatan Sumur
Picung lampu pas merah.
Panglima FH itu
memerintahkan Yayan
membelokkan
mobil ke kanan. Mobil melaju
dalam kecepatan tinggi. ke
arah pasar Rau. Tapi
sore itu di beberapa
perempatan terjadi
kemacetan. Mendekati pasar
tak ada
jalan alternatif untuk
menghindar dari kejaran.
Mobil Yayan tetap berusaha
menerobos kemacetan.
Nahas! Yayan menabrak
sebuah truk sayur. Mobil
berhenti. Di situlah para
pengejar berkupluk
menghabisi nyawa Kyai Cecep
dengan berondongan timah
panas. Sebanyak enam peluru
bersarang di tubuh kyai
kelahiran 7 Juli 1959 itu
No comments:
Post a Comment
Hikmah dalam kata akan terkenang sepanjang massa. Sertakan Komentar Anda. (Perkataan yang Tidak Sopan Tidak Akan Ditampilkan)